PENINDAKAN HUKUM

KPK Endus Modus Korupsi Kepala Daerah, Salah Satunya Lewat Pajak

Redaksi DDTCNews
Minggu, 06 Desember 2020 | 11.01 WIB
KPK Endus Modus Korupsi Kepala Daerah, Salah Satunya Lewat Pajak

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) saat Konferensi pers usai rapat koordinasi penyelamatan aset negara di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (12/11/2020). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan terdapat 5 modus yang dilakukan kepala daerah untuk melakukan korupsi. (ANTARA FOTO/Jojon/wsj)
 

JAKARTA, DDTCNews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan terdapat 5 modus yang dilakukan kepala daerah untuk melakukan korupsi.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebutkan 5 modus korupsi kepala daerah dilakukan karena adanya tuntutan untuk memberi balas jasa kepada donatur kampanye atau mengembalikan biaya saat pemilihan. Modus pertama yang dilakukan adalah dengan intervensi belanja pemerintah.

"Intervensi ini dilakukan mulai dari Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), pengelolaan kas daerah, pelaksanaan hibah, bantuan sosial (bansos), pengelolaan aset, hingga penempatan anggaran pemerintah daerah (pemda) di BUMD," katanya di laman resmi KPK, Jumat (4/12/2020).

Modus kedua dalam melakukan korupsi adalah intervensi sektor penerimaan daerah. Intervensi ini tidak hanya berlaku untuk kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah, tapi juga alokasi dana transfer pemerintah pusat sampai penerimaan daerah dari kerja sama dengan pihak lain.

Modus ketiga, melakukan intervensi dalam ranah perizinan. Modus dilakukan dengan cara beragam mulai dari pemberian rekomendasi, penerbitan izin dan yang paling ekstrem melakukan pemerasan kepada pelaku usaha dalam proses perizinan.

Berikutnya adalah melakukan manipulasi dalam proses belanja, mutasi aparatur sipil negara (ASN) dan merangkap jabatan. Modus terakhir, melakukan penyalahgunaan kewenangan untuk kepentingan pribadi.

"Penyalahgunaan wewenang ini mulai pengangkatan dan penempatan jabatan orang dekat, hingga pemerasan saat pengurusan rotasi, mutasi, atau promosi ASN," terangnya.

Oleh karena itu, Alexander meminta para calon kepala daerah sudah terbuka mulai dari proses kontestasi dengan membuka laporan sumbangan yang diterima.

Menurutnya, belum seluruh calon kepala daerah yang bertarung di Pilkada serentak 2020 melakukan publikasi penerimaan dari donatur untuk kegiatan kampanye.

Sumbangan donatur tidak serta merta berhenti pada saat disetor kepada kandidat. KPK menyebutkan adanya harapan di masa depan jika kandidat yang didukung terpilih dapat memberikan kemudahan perizinan dan mendapatkan akses dalam perumusan kebijakan daerah.

"Salah satu indikator integritas calon kepala daerah adalah kejujuran melaporkan tiap sumbangan kampanye. Hasil survei KPK tahun 2018 menemukan 82,3% calon kepala daerah yang menyatakan adanya donatur atau penyumbang dalam pendanaan pilkada," imbuhnya. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.