PAJAK PENGHASILAN BADAN (1)

Konsep, Subjek dan Objek PPh Badan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 18 Juni 2019 | 17:28 WIB
Konsep, Subjek dan Objek PPh Badan

DALAM menjalankan bisnis, para pengusaha tidak akan terlepas dari kewajiban membayar pajak. Sebab, dalam ketentuan pajak di Indonesia, penghasilan yang diperoleh suatu badan atau perusahaan dalam satu tahun pajak wajib dipungut pajaknya. Jenis pajak ini disebut dengan pajak penghasilan (PPh) badan.

Dengan beragamnya karakteristik usaha dan jenis penghasilan yang diterima oleh suatu perusahaan, maka wajib pajak perlu memahami berbagai ketentuan terkait pemenuhan kewajibahn PPh badan, mulai dari pengertian PPh badan, siapa saja yang menjadi subjek pajak, jenis penghasilan apa yang menjadi objek, tarif, perhitungan, tata cara penyetoran dan pelaporan, serta ketentuan lainnya. Dalam artikel ini diulas mengenai konsep, subjek, dan objek PPh badan.

Konsep PPh Badan

Secara umum, PPh badan merupakan pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima suatu badan dalam tahun pajak. Untuk lebih jelasnya, perlu diketahui terlebih dahulu definisi dari badan yang tercantum dalam Pasal 1 angak 2 Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sebagaimana dikutip berikut:

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseoran komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”

Dari definisi di atas, definisi badan dalam UU KUP mencakup badan yang berorientasi laba atau bisnis (profit oriented) maupun badan yang tidak berorientasi laba seperti yayasan dan lembaga swadaya masyarakat (non-profit oriented).

Dalam penjelasan Pasal 1 UU PPh, subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai wajib pajak. Adapun yang disebut dengan wajib pajak badan adalah badan yang telah memenuhi kriteria subjektif (masuk dalam lingkup definisi badan) dan kriteria objektif (memiliki penghasilan yang menjadi objek PPh).

Subjek dan Bukan Subjek PPh Badan

Sesuai ketentuan dalam Pasal 2 UU PPh, subjek pajak badan terdiri dari subjek pajak badan dalam negeri dan subjek pajak badan luar negeri. Subjek pajak badan dalam negeri memiliki kriteria didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Adapun, subjek pajak badan luar negeri merupakan badan yang tidak didirikan dan/atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia dengan/atau tanpa adanya bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

  • tempat kedudukan manajemen;
  • cabang perusahaan;
  • kantor perwakilan;
  • gedung kantor;
  • pabrik;
  • bengkel;
  • gudang;
  • ruang untuk promosi dan penjualan;
  • pertambangan dan penggalian sumber alam;
  • wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
  • perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;
  • proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
  • pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  • badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
  • agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
  • komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Tidak termasuk subjek pajak badan adalah sebagai berikut:

  • unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut:
    • pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    • pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD;
    • penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
    • pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;
  • kantor perwakilan negara asing; dan
  • organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Objek dan Bukan Objek PPh Badan

Yang menjadi objek PPh badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Bagi waji pajak badan, objek PPh diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU PPh. Selain itu, ada beberapa jenis peghasilan yang dikenakan pajak secara final yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh. Ada pula jenis penghasilan yang bukan objek PPh yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh.

Berdasarkan dari sumbernya, penghasilan dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu penghasilan dari usaha atau kegiatan (active income), penghasilan dari modal (passive income), dan penghasilan lain-lain.

Penghasilan dari usaha dan kegiatan:

  • laba usaha;
  • premi asuransi;
  • iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan usaha dari anggota nya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha dan pekerjaan bebas;
  • hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

Penghasilan dari modal:

  • Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
  • Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
  • Djviden dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
  • Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
  • Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

Penghasilan lain-lain:

  • penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
  • penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
  • keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
  • keuntungan selisih kurs mata uang asing;
  • selisih karena penilaian kembali aktiva;
  • tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
  • penghasilan dari usaha berbasis syariahl
  • imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU KUP;
  • surplus Bank Indonesia.

Adapun dari sisi pengenaannya, ada penghasilan yang dikenakan pajak secara final, non-final dan yang bukan objek pajak. Adapun objek pajak yang dikenai PPh bersifat final, di antaranya:

  • penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
  • penghasilan berupa hadiah undian;
  • penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
  • penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
  • penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. Misalnya, PPh final 0,5% yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018 untuk wajib pajak tertentu.

Sementara itu, yang bukan objek PPh adalah:

  • bantuan atau sumbangan;
  • harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil;
  • warisan;
  • harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
  • penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);
  • dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal dan pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan bagi perseroan yang terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;
  • iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
  • penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan;
  • bagian laba yang diterima atau diperoleh dari anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
  • penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia;
  • beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu;
  • sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan; dan
  • bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu.

Demikian, penjelasan ringkas mengenai konsep, subjek dan objek PPh badan di Indonesia. Artikel kelas pajak selanjutnya akan mengulas mengenai tarif dan konsep umum perhitungan PPh Badan yang diterapkan di Indonesia.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Rabu, 27 Maret 2024 | 17:15 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Elektronik, Wajib Pajak Tidak Perlu Terima Bukti Potong Kertas

Selasa, 26 Maret 2024 | 17:30 WIB PMK 68/2020

Dapat Beasiswa Kena Pajak? Ternyata Begini Ketentuannya

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 29 Maret 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Batas Waktu Mepet, Kenapa Sih Kita Perlu Lapor Pajak via SPT Tahunan?

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya