BERDASARKAN data Kementerian Keuangan, dari tahun 2013-2018 terdapat 63.066 perkara yang diterima dan ditangani Pengadilan Pajak. Dari jumlah tersebut, sebanyak 61.066 perkara yang menjadi pihak terbanding/tergugat ialah Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai.
Sedemikian banyaknya perkara yang ditangani oleh Pengadilan Pajak tidak sebanding dengan jumlah hakim yang menanganinya. Pada 2015, hanya terdapat 50 orang hakim aktif. Itulah sebabnya, hanya 30-40% kasus yang berhasil diputus setiap tahun, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
Permasalahan berikutnya ialah penanganan perkara di Pengadilan Pajak. Mekanismenya meliputi persiapan persidangan, pemeriksaan acara biasa dan cepat, pembuktian, pembacaan putusan, dan pelaksanaan putusan. Hal ini mengakibatkan lambatnya penanganan perkara di Pengadilan Pajak.
Selain itu, kuasa hukum di Pengadilan Pajak berbeda dengan kuasa hukum umumnya yang tunduk pada undang-undang advokat. Kuasa hukum pajak tunduk pada UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Hal ini dapat mengurangi kepastian pajak dari aspek hukum bagi pelaku usaha.
Jika ditinjau dari fakta di lapangan, terdapat beberapa kelemahan lain, yaitu kedudukan Pengadilan Pajak yang hanya di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Hal ini mengharuskan masyarakat ataupun pelaku usaha di daerah menghabiskan uang dan waktu untuk beracara di Pengadilan Pajak.
Dengan demikian, situasi tersebut dapat mengurangi minat investor di daerah-daerah. Tentu hal ini akan menghambat percepatan investasi dan pembangunan yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. Oleh karena itu, dibutuhkan mekanisme lain dalam menyelesaikan sengketa pajak.
Opsi Lain
DENGAN melihat situasi saat ini, mekanisme lain sangat dibutuhkan demi menciptakan kepastian sistem pajak dari aspek hukum. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) telah memberi opsi lain dalam mekanisme penyelesaian sengketa pajak, yakni melalui pengadilan administrasi pajak.
Pengadilan administrasi ini dapat membuat penyelesaian sengketa pajak dengan cara mudah dan cepat ketimbang Pengadilan Pajak. Yang dimaksud dengan pengadilan administrasi pajak ini tertuang dalam Pasal 16 dan Pasal 36 UU KUP.
Pengadilan ini ialah pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan keputusan administrasi (Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak) yang tidak benar, serta pembatalan hasil pemeriksaan pajak yang dilakukan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir dengan wajib pajak.
Pengadilan administrasi pajak dapat juga dikatakan sebagai salah satu upaya hukum yang dapat dilakukan wajib pajak dalam mencari keadilan guna membenarkan Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak melalui mekanisme koreksi.
Pengadilan administrasi menjadi langkah yang harus dikembangkan agar tercipta penyelesaian sengketa pajak dengan mudah dan cepat. Beberapa keunggulan pengadilan administrasi pajak di antaranya lebih mudah dijangkau karena dapat dilakukan di masing-masing.
Kemudian, pengadilan administrasi pajak lebih efisien dan tidak boros waktu. Dalam pengadilan administrasi tidak terdapat hukum beracara yang mengharuskan penyelesaian sengketa mengikuti hukum acara tersebut, sehingga waktu yang dimiliki wajib pajak tidak terkuras banyak.
Dengan beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengadilan administrasi pajak, maka pengadilan tersebut merupakan langkah yang tepat untuk menyelesaikan sengketa pajak. Tentu dengan catatan kedua belah pihak harus saling memiliki iktikad baik.
Dengan demikian akan terciptanya kepastian pajak dari segi hukum, sekaligus mendorong program meningkatnya pendapatan negara melalui pajak dan percepatan pembangunan melalui investasi yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.