Rizky Hadi Rachmanto,
FAKTUR pajak adalah bukti pungutan pajak atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Atas setiap penyerahan itu wajib diterbitkan faktur pajak, baik dalam bentuk normal maupun yang dipersamakan. Faktur pajak yang dibuat haruslah memenuhi syarat formal maupun material.
Secara formal, faktur pajak hendaknya dibuat secara benar, lengkap, dan jelas. Syarat material, salah satunya adalah faktur pajak harus berisi keterangan sebenarnya terkait dengan penyerahan barang atau jasa yang telah dilakukan.
Sayangnya, hingga saat ini belum terdapat standar yang berlaku umum. Alhasil, masih terdapat area abu-abu dalam mendefinisikan keterangan sebenarnya terkait penyerahan barang dan jasa tersebut. Dalam konteks ini, perlu adanya standar umum.
Standar umum tersebut untuk menyamakan persepsi antara wajib pajak dan fiskus dalam mendefinisikan keterangan sebenarnya terkait dengan penyerahan barang atau jasa. Standar umum yang digunakan dapat mengadopsi standar yang digunakan dalam transaksi impor.
Dalam transaksi impor, ada penggunaan harmonized system code (HS code). Kode ini berlaku secara internasional untuk mengklasifikasikan barang, menentukan tarif impor, bahkan menentukan syarat spesifikasi tertentu.
Dalam review HS code di portal Indonesia National Single Window (INSW) kita dapat mengetahui tarif bea masuk, PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM, bahkan ketentuan lain yang harus dipenuhi untuk jenis barang tersebut.
HS code dapat diadopsi untuk optimalisasi informasi dalam faktur pajak. Saat ini, kode barang atau jasa pada pembuatan faktur pajak tidak memiliki standar yang berlaku umum. Pengisian kode barang atau jasa mengikuti kriteria masing-masing perusahaan.
Dengan demikian, penggunaan HS code dalam pengisian barang atau jasa pada pembuatan faktur pajak dapat menjadi solusi untuk menyamakan persepsi antara wajib pajak dan fiskus. Namun, perlu ditetapkan beberapa kriteria agar adopsi HS code dapat memberikan manfaat yang signifikan.
HS code yang digunakan seharusnya dapat mengidentifikasi suatu transaksi tersebut memuat barang atau jasa yang termasuk objek PPN atau bukan objek PPN. Selain itu, HS code seharusnya dapat menampilkan jenis dan tarif PPh atas barang atau jasa tersebut.
Integrasi dengan sistem sertifikat badan usaha serta sistem perizinan perkapalan dan penerbangan juga akan membantu pengelompokan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 15.
Selain itu, integrasi dengan sistem-sistem lain juga diperlukan agar dapat menentukan barang atau jasa tersebut mendapatkan fasilitas seperti PPN tidak dipungut, PPN dibebaskan, ataupun fasilitas-fasilitas lainnya.
ADOPSI HS code ini akan memberikan beberapa manfaat baik bagi fiskus, wajib pajak, maupun pihak lain. Pertama, penurunan risiko sengketa. Adopsi HS code akan mengurangi celah perbedaan dalam mendefinisikan barang atau jasa. Dengan demikian, risiko sengketa (dispute) makin kecil.
Dengan HS code, faktur pajak akan menampilkan tarif PPN, fasilitas PPN, dan tarif PPh, serta fasilitas perpajakan lainnya. Informasi ini akan membantu dalam menurunkan dispute cost dalam menentukan tarif PPN, PPh, maupun pemberian fasilitas perpajakan.
Dengan turunnya dispute cost, fiskus dapat lebih fokus pada pengawasan hal-hal yang lebih substansial dan peningkatan penerimaan pajak. Terlebih, presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo-Gibran, juga menjanjikan adanya peningkatan pendapatan negara.
Dispute cost antara pemberi dan penerima barang atau jasa juga akan berkurang. Sering kali, terdapat perbedaan penafsiran. Sebagai contoh, menurut pembeli, suatu transaksi merupakan objek PPh Pasal 23. Namun, menurut penjual, transaksi tersebut merupakan objek PPh Pasal 15. Dengan adanya HS code, hal tersebut akan diminimalkan karena dalam jenis dan tarif PPh atas transaksi sudah langsung muncul pada faktur pajak.
Kedua, kemudahan identifikasi dan edukasi. Adopsi HS code juga akan membantu dalam menurunkan biaya edukasi terkait perpajakan. Informasi tarif dan fasilitas akan mempermudah wajib pajak dalam memahami dan mengidentifikasi tarif, jenis, dan fasilitas atas suatu barang atau jasa.
Ketiga, kemudahan proyeksi penerimaan dan fasilitas pajak. Pemberian HS code akan membantu otoritas dalam melakukan proyeksi penerimaan berdasarkan jenis pajaknya. Pada saat yang sama, statistik pemberian fasilitas juga dapat dimanfaatkan untuk bahan evaluasi. Dengan demikian, optimalisasi penerimaan negara dan pemberian insentif dapat dilakukan dengan tepat.
MESKIPUN memberikan sejumlah potensi manfaat, adopsi HS code dalam faktur pajak masih memunculkan beberapa tantangan.
Pertama, ketentuan yang dapat mengatur penerbitan faktur pajak oleh non-pengusaha kena pajak (non-PKP). Apabila setiap penjual, baik PKP maupun non-PKP menerbitkan faktur pajak, adopsi ini akan berjalan lebih efektif. Saat ini, faktur pajak hanya diterbitkan oleh PKP.
Dalam konteks ini, pengaturan HS code dalam faktur pajak digunggung dan dipersamakan juga seharusnya menjadi perhatian. Penggunaan HS code pada faktur pajak digunggung dan dipersamakan akan meningkatkan pula efektivitas penggunaan HS code.
Kedua, proses penetapan HS code juga perlu diperhatikan. Dalam penetapan HS code, fiskus perlu melakukan pengelompokkan/pembuatan data master terlebih dahulu. Dalam pengajuannya, wajib pajak dapat terlebih dahulu melakukan mapping atas HS code yang ada dalam proses bisnisnya.
Cara lainnya adalah dengan proses penelitian oleh DJP yang diikuti dengan persetujuan dari wajib pajak. Sistem konfirmasi dua arah ini akan membantu mengurangi dispute terkait dengan HS code nantinya. Peninjauan berkala pun juga perlu dilakukan untuk memperbarui data HS code.
Apabila berbagai aspek tersebut dipetimbangkan dan dijalankan, dampak positif penggunaan HS code dalam faktur pajak akan menjadi lebih optimal. Penurunan risiko sengketa pada akhirnya menaikkan kepastian, baik bagi wajib pajak maupun otoritas.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2024, sebagai bagian dari perayaan HUT ke-17 DDTC. Selain berhak memperebutkan total hadiah Rp52 juta, artikel ini juga akan menjadi bagian dari buku yang diterbitkan DDTC pada Oktober 2024.