LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

CbCR Publik, Solusi Tekan Penghindaran Pajak dan Peningkatan Tax Ratio

Redaksi DDTCNews
Kamis, 14 September 2023 | 14.33 WIB
ddtc-loaderCbCR Publik, Solusi Tekan Penghindaran Pajak dan Peningkatan Tax Ratio

Martha Trisan Ulibasa Pangaribuan,

Depok, Jawa Barat

IMPLEMENTASI pelaporan Country by Country Report (CbCR) atau Laporan Per Negara bagi perusahaan multinasional ternyata cukup menantang bagi negara-negara berkembang. Ketentuan yang tertuang dalam proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action 13 tersebut menjadi pemenuhan kepatuhan dokumentasi harga transfer perusahaan multinasional. 

Kerap kali, sulit bagi negara-negara berkembang untuk mengimplementasikan aturan ini karena kendala keterbatasan kapasitas yang dihadapi, meskipun OECD telah memberikan pedoman dalam penggunaan dan implementasinya.

Selain itu, keterbatasan akses juga menjadi tantangan bagi negara-negara berkembang ini yang nantinya dapat menghambat kewajiban transparansi dari perusahaan-perusahaan multinasional. Membuat CbCR tersedia untuk publik diyakini sebagai cara untuk memastikan transparansi perusahaan-perusahaan multinasional tersebut dalam pelaporannya.

Dalam praktiknya, CbCR mencakup pengungkapan jumlah pajak yang dibayarkan perusahaan dan data keuangan lainnya di semua yurisdiksi tempat perusahaan beroperasi. Laporan tersebut kemudian dibagikan kepada otoritas pajak yurisdiksi terkait. Tujuannya, membantu penetapan harga transfer dan penilaian risiko atas penggerusan basis perpajakan dan pengalihan profit yang akan dipajaki. Laporan yang disampaikan perusahaan juga berguna untuk analisis ekonomi dan statistik jika diperlukan.

Berdasarkan PMK 213/2016 dan PER-29/PJ/2017, wajib pajak Indonesia sebagai entitas induk dari suatu grup dengan omzet kotor konsolidasi minimal Rp11 triliun (sekitar EUR750 juta) harus melaporkan Laporan Per Negara (CbCR) beserta laporan SPT Tahunannya.

Aturan CbCR Publik, Bercermin dari Australia

Pemerintah Australia telah memprakarsai undang-undang (UU) yang mengamanatkan pelaporan CbCR publik untuk perusahaan multinasional besar di Australia. Seperti diketahui, mengakses data CbCR menjadi perkara sulit bagi negara-negara berkembang karena persyaratan kerahasiaan yang ketat.

CbCR yang terpublikasi dapat mengakhiri masalah ini. Sesuai rancangan UU oleh parlemen Australia yang dirilis pada April 2023, perusahaan multinasional harus mengungkapkan informasi penting tentang keuangan dasar kepada publik. Informasi penting tersebut mencakup pendapatan, keuntungan, kerugian, jumlah staf, dan pajak yang dibayarkan untuk setiap negara tempat mereka beroperasi di seluruh dunia. Artinya, setiap orang, di mana pun, akan memiliki akses ke informasi yang sama tentang cara multinasional mengatur urusan pajak. 

Sebagai anggota G-20, Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengimplementasikan OECD/G-20 BEPS Project. Selain itu, Indonesia juga menjadi salah satu negara berkembang pertama yang bergabung dalam Inclusive Framework OECD dan mengadopsi standar minimum BEPS Action Plan ke dalam aturan domestiknya.

Catatannya, kendati Indonesia secara aktif mengadopsi BEPS Action Plan khususnya BEPS Action 13 terkait Laporan Per Negara (CbCR), rasio pajak Indonesia masih terbilang rendah. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi penghindaran pajak yang cukup signifikan.

Berdasarkan fakta dan tantangan tersebut, penerapan CbCR publik di Indonesia bisa menjadi solusi yang patut dipertimbangkan. Harapannya, adanya transparansi melalui CbCR publik bisaa membantu otoritas dalam mempertahankan basis pemajakannya.

Manfaat dari CbCR Publik di Indonesia

Selama ini, ada ketergantungan yang lebih besar terhadap pajak penghasilan (PPh) badan di negara-negara berkembang. Karenanya, negara berkembang bisa dibilang lebih rentan terhadap praktik profit shifting. Informasi dari CbCR dapat menjadi instrumen amunisi untuk mencegah penghindaran pajak.

Namun, terbatasnya akses atas informasi CbCR berdampak pada kemampuan negara-negara berkembang ini untuk meng-utilisasi-nya. Terbatasnya kapasitas mereka untuk bertukar informasi disebabkan oleh keharusan adanya perjanjian QCAA dengan negara lain. Sebaliknya, CbCR publik akan memastikan bahwa semua otoritas pajak dan pemerintah memiliki akses yang sama terhadap informasi CbCR.

Hal ini tidak hanya penting bagi administrasi perpajakan, tetapi juga bagi anggota parlemen, warga negara, jurnalis, dan masyarakat sipil. Akses langsung pemerintah terhadap CbCR akan memungkinkan suatu negara untuk menilai efektivitas dan keadilan sistem perpajakan perusahaan dan memutuskan perlu tidaknya mengubah kebijakan perpajakan yang berlaku.

Pengungkapan CbCR kepada publik juga akan meningkatkan pemantauan otoritas pajak terhadap risiko transfer pricing sehingga dapat mengurangi praktik-praktik penghindaran pajak.

Pada akhirnya, CbCR publik ini memberikan lebih banyak proporsi basis perpajakan Indonesia yang dapat dipertahankan. Ujungnya, realisasi penerimaan pajak dan rasio perpajakan bisa ikut meningkat.

Ingat, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih membutuhkan banyak dana untuk merealisasikan pembangunan negara. Demi menunjang terwujudnya cita-cita pembangunan, CbCR publik ini merupakan salah satu langkah kebijakan perpajakan yang layak untuk dipertimbangkan. (sap)

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.