BERITA PAJAK HARI INI

Kewajiban Pembubaran SPV Dihapus

Redaksi DDTCNews
Kamis, 08 September 2016 | 08.58 WIB
Kewajiban Pembubaran SPV Dihapus

JAKARTA, DDTCNews – Belum genap sebulan berlaku, aturan terkait perlakuan atas perusahaan dengan tujuan khusus atau special purpose vehicle (SPV) tidak aktif dalam kebijakan tax amnesty akan kembali direvisi. Pemerintah akan merevisi keharusan pembubaran SPV jika pemiliknya ingin mengikuti tax amnesty. Berita ini tersebar di beberapa surat kabar pagi ini, Kamis (8/9).

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Goro Ekanto mengatakan ada kondisi di mana wajib pajak sulit membubarkan SPV, yakni ketika SPV itu digunakan untuk mendapatkan pinjaman dari perbankan.

Dalam revisi beleid itu, nantinya bagi wajib pajak yang tidak membubarkan SPV dianggap mengikuti skema deklarasi, meskipun harta wajib pajak selama ini diklaim sudah berada di wilayah NKRI. Keputusan ini diambil guna melancarkan jalannya tax amnesty.

Kabar lainnya, usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) didorong untuk mengambil bagian dalam program tax amnesty, karena dengan mengikuti tax amnesty UMKM akan mendapatkan akses perbankan. Berikut ringkasan beritanya:

  • UMKM Didorong Ambil Peluang

Anggota Fraksi Golkar Muhammad Misbakhun membantah jika tax amnesty justru mempersulit UMKM seperti yang dilontarkan Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra). Menurutnya, Fitra perlu memahami maksud dari tax amnesty secara lebih mendalam. Dia mengatakan UMKM akan terbantu jika mengikuti tax amnesty. Saat ini hanya 22% dari total UMKM yang memiliki akses ke perbankan.

  • Antusiasme Kelas Menengah Tinggi

Data Ditjen Pajak menunjukkan wajib pajak yang membayar nilai tebusan sekitar Rp10 juta – Rp100 juta mencapai 12.229 wajib pajak. Sedangkan, wajib pajak dengan nilai tebusan dari Rp1 juta hingga kurang dari Rp100 juta mencakup 26.900 wajib pajak. Pengamat Pajak DDTC Bawono Kristiaji mengatakan dalam program tax amnesty tidak perlu mendikotomi jenis wajib pajak besar, menengah, ataupun kecil. Menurutnya, program pengampunan pajak berlaku untuk seluruh wajib pajak.

  • Penerimaan Tax Amnesty

Penerimaan uang tebusan hingga 8 September pukul 09.15 WIB telah mencapai Rp6,46 triliun atau 3,9% dari target yang dipatok Rp165 triliun. Sebagian besar uang tebusan ini berasal dari wajib pajak orang pribadi non UMKM sebesar Rp5,48 triliun. Sementara sisanya berasal dari badan non UMKM Rp631 miliar, orang pribadi UMKM Rp339 miliar, dan badan UMKM Rp12,6 miliar. Sementara dana repatriasi yang berhasil dihimpun baru mencapai Rp14,7 triliun. Deklarasi dalam negeri Rp213 triliun dan deklarasi luar negeri Rp59,7 triliun.

  • Cadangan Devisa Semakin Menguat

Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa hingga Agustus 2016 menembus US$113,5 miliar, lebih tinggi US$2,1 miliar dari bulan sebelumnya, terpengaruh kenaikan penerimaan pajak dan devisa migas. Direktir Eksekutif Departemen Komunikasi BI mengatakan peningkatan itu dipengaruhi penerimaan cadangan devisa. Posisi cadangan devisa itu diklaim mampu membiayai 8,7 bulan impor atau 8,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

  • Defisit APBD Maksimal 0,3% dari PDB

Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif defisit APBD tahun 2017 sebesar 0,3% terhadap PDB. Penetapan batas maksimal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.132/PMK.07/2016 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatof Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2017.

  • Dukungan Lembaga Keuangan Rendah dalam Perdagangan Internasional

Asian Development Bank (ADB) mengatakan lembaga keuangan dunia telah gagal menyediakan dana hingga US$1,6 triliun untuk membantu aktivitas ekpor dan impor. Alhasil negara-negara di Asia menjadi yang palin terdampak. Gap pembiayaan perdagangan internasional di kawasan ini mencapai US$632 miliar. India dan China menjadi negara yang memiliki kesenjangan pembiayaan paling besar.

  • Pemerintah Pangkas Subsidi Energi di 2017

Pemerintah menurunkan pagu anggaran subsidi energi pada tahun depan. Jika dalam APBN 2016, anggaran subsidi dipatok Rp94,4 triliun, kini turun menjadi Rp92,17 triliun dalam RAPBN 2017. Tahun depan pemerintah mengusulkan untuk menambah subsidi baru yakni khusus untuk energi baru terbarukan (EBT), di samping subsidi lainnya seperti bahan bakar minyak (BBM), LPG tabung 3 kg, dan subsidi listrik.

  • Pencabutan Perda Penghambat Investasi Digugat ke MK

Kewenangan pemerintah pusat dalam mebatalkan perturan daerah (perda) yang dianggap bermasalah digugat oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Setidaknya ada 9 pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, salah satunya Pasal 251 ayat, 1, 2, 3, dan 4. Pasal itu pada intinya memberikan kewenangan pada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat untuk membatalkan perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

  • BI Perkuat Penjagaan Rupiah

Pemerintah memperpanjang perjanjian bilateral currency swap agreement (BCSA) dengan China hingga 2019. Perpanjangan ini diharapkan mampu meningkatkan ketahanan Indonesia menghadapi potensi gejolak eksternal yang mendorong capital outflow. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan perpanjangan kesepakatan BCSA dengan China akann memperkuat kualitas cadangan devisa Indonesia ke depan. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.