Tampilan depan DDTC Newsletter Vol.03 No.06 Maret 2020 bertajuk ‘The Terms of Service of The DGT and Tax Court Temporary Suspension in Response to COVID-19'.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah merilis beberapa kebijakan perpajakan seiring dengan merebaknya wabah virus corona (COVID-19). Kebijakan tersebut diantaranya terkait pola pelayanan pajak dan pembebasan cukai atas etil alkohol untuk bahan hand sanitizer.
Selain itu, pemerintah juga memberikan relaksasi pajak untuk industri padat karya dan merilis beleid yang menjabarkan tentang transaksi atau data yang memerlukan penilaian. Lebih lanjut, pemerintah juga mengubah klasifikasi barang dan penetapan bea masuk untuk industri alat transportasi.
Adapun beberapa aturan baru yang terbit selama dua pekan terakhir telah dirangkum dalam DDTC Newsletter Vol.03 No.06 Maret 2020 bertajuk ‘The Terms of Service of The DGT and Tax Court Temporary Suspension in Response to COVID-19'. Anda juga bisa men-download beberapa aturan tersebut di sini.
Pengadilan pajak menghentikan sementara pelaksanaan persidangan dan layanan lain mulai dari tanggal 17 Maret hingga 3 April 2020. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Ketua Pengadilan Pajak Republik Indonesia No.SE-01/PP/2020 jo. SE Ketua Pengadilan Pajak No.SE-02/PP/2020.
Guna mencegah penyebaran virus Corona di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dirjen Pajak menerbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-13/PJ/2020. Beleid ini memerinci tentang bagaimana layanan DJP kepada wajib pajak akan diberikan selama dua pekan kedepan.
Berdasarkan beleid tersebut, aktivitas di tempat pelayanan perpajakan yang mengharuskan kontak langsung dengan wajib pajak ditiadakan sementara. Kebijakan ini berlaku mulai 16 Maret 2020 sampai dengan 5 April 2020.
Melalui Surat Edaran DJBC Nomor SE-04/BC/2020 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) membebaskan cukai atas etil alkohol untuk membuat hand sanitizer, surface sanitizer, antiseptik, dan sejenisnya sebagai tindak lanjut pencegahan penyebaran virus Corona.
Terdapat enam transaksi, tiga data tertentu yang atas nilai transaksinya memerlukan penilaian dari DJP. Selain itu, objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pertambangan, Perkebunan, Perhutanan dan sektor lainnya (PBB-P3) yang memerlukan penilaian lapangan juga harus dinilai oleh DJP.
Ketentuan ini tercantum dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ/2020. Berdasarkan beleid tersebut, data dan transaksi yang memerlukan penilaian akan dinilai oleh DJP berdasarkan prosedur yang ditetapkan jika ada pemicu di tingkat KPP, Kantor Wilayah, maupun pusat.
Pemerintah merilis beleid yang memberikan fasilitas pengurangan penghasilan neto untuk sektor padat karya. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.010/2020. Ketentuan ini merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2019.
Menteri Keuangan merilis PMK No.17/PMK.010/2020 yang mengubah ketentuan impor, sistem klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk untuk industri alat transportasi. Menkeu merilis beleid ini untuk menarik investasi dan mendukung pengembangan produksi kendaraan bermotor. (kaw)