KAMUS PAJAK DAERAH

Update 2024, Apa Itu BPHTB?

Nora Galuh Candra Asmarani | Kamis, 11 April 2024 | 11:30 WIB
Update 2024, Apa Itu BPHTB?

TANAH dan/atau bangunan sangat dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar atas papan atau tempat tinggal. Selain itu, tanah dan/atau bangunan juga dapat digunakan sebagai lahan usaha yang memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan tanah dan/atau bangunan terus meningkat. Peningkatan ini menjadikan transaksi penyerahan tanah dan/atau bangunan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat.

Terkait dengan penyerahan tanah dan/atau bangunan, terdapat pajak yang harus ditanggung oleh pihak yang memperoleh tanah dan/atau bangunan tersebut. Pajak tersebut di antaranya adalah bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB).

Baca Juga:
Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, DJP Teken Kerja Sama dengan TNI

Pemerintah pun terus menyesuaikan ketentuan mengenai BPHTB. Dalam perkembangan terakhir, pemerintah memperbarui ketentuan BPHTB melalui Undang-Undang No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Undang-undang yang diterbitkan pada awal 2022 tersebut mencabut dan menggantikan Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) yang sebelumnya berlaku. Lantas, apa itu BPHTB?

Merujuk pada Pasal 1 angka 37 UU HKPD, BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan berarti perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Baca Juga:
Inflasi Bikin Beban PPh Pegawai di Negara-Negara OECD Meningkat

Perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan itu di antaranya adalah jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, dan pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan.

Selain itu, perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan juga bisa berasal dari penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, atau hadiah.

Adapun yang dimaksud dengan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan (Pasal 1 angka 39 UU HKPD).

Baca Juga:
Kapan Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba Pendidikan Jadi Objek PPh?

Secara lebih terperinci, hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.

Namun demikian, tidak semua perolehan hal atas tanah dan/atau bangunan dikenakan BPHTB. Pemerintah sudah menetapkan 8 perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikecualikan dari BPHTB.

Pertama, untuk kantor pemerintah, pemerintahan daerah, penyelenggara negara dan lembaga negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah. Kedua, oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.

Baca Juga:
Ajukan Status PKP, Tempat Usaha WNA Didatangi Petugas Pajak

Ketiga, untuk badan atau perwakilan lembaga internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan lembaga tersebut yang diatur dengan peraturan menteri.

Keempat, untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Kelima, oleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.

Keenam, oleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Ketujuh, oleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah. Kedelapan, untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengecualian pengenaan BPHTB untuk MBR merupakan ketentuan baru yang belum diatur dalam UU PDRD. Berdasarkan pada Pasal 63 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) 35/2023, pengecualian objek BPHTB bagi MBR diberikan untuk kepemilikan rumah pertama dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh kepala daerah. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 30 April 2024 | 17:44 WIB KERJA SAMA PERPAJAKAN

Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, DJP Teken Kerja Sama dengan TNI

Selasa, 30 April 2024 | 17:00 WIB PAJAK PENGHASILAN

Kapan Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba Pendidikan Jadi Objek PPh?

Selasa, 30 April 2024 | 16:00 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Ajukan Status PKP, Tempat Usaha WNA Didatangi Petugas Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 30 April 2024 | 17:44 WIB KERJA SAMA PERPAJAKAN

Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, DJP Teken Kerja Sama dengan TNI

Selasa, 30 April 2024 | 17:00 WIB PAJAK PENGHASILAN

Kapan Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba Pendidikan Jadi Objek PPh?

Selasa, 30 April 2024 | 16:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pekerja Migran Perlu Pahami Aturan Barang Kiriman Agar Bebas Bea Masuk

Selasa, 30 April 2024 | 15:55 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

DJP Jakbar: Penerimaan Pajak Konstruksi dan Real Estat Tumbuh 25,5%

Selasa, 30 April 2024 | 15:47 WIB PERMENDAG 7/2024

Pemerintah Resmi Hapus Batasan Barang Bawaan dari Luar Negeri

Selasa, 30 April 2024 | 15:30 WIB PENERIMAAN CUKAI

Setoran Cukai Minuman Alkohol Tumbuh 6,58 Persen pada Kuartal I/2024

Selasa, 30 April 2024 | 15:09 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Gagal Submit SPT-Y? DJP Tawarkan Cara Ini