INSENTIF FISKAL

Fasilitas Kepabeanan 2022 Dipertimbangkan Sesuai Dinamika Ekonomi

Dian Kurniati
Minggu, 02 Januari 2022 | 15.30 WIB
Fasilitas Kepabeanan 2022 Dipertimbangkan Sesuai Dinamika Ekonomi

Ilustrasi. Gedung Ditjen Bea dan Cukai (foto: beacukai.go.id)

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan akan mengevaluasi fasilitas kepabeanan yang diberikan di tengah pandemi Covid-19.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan fasilitas kepabeanan bertujuan untuk mendukung upaya penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan dunia usaha. Menurutnya, pemberian fasilitas tersebut akan dievaluasi berdasarkan dinamika ekonomi pada 2022.

"Untuk fasilitas atas penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi, apakah perlu dilanjutkan atau bahkan ditambah, akan mempertimbangkan sesuai dengan dinamika yang akan terjadi," katanya, dikutip pada Minggu (2/1/2022).

Askolani menuturkan salah satu fungsi Bea Cukai yakni memberikan fasilitasi dan asistensi kepada industri serta memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Misal, memberikan insentif fiskal untuk alat kesehatan untuk penanganan Covid-19 sejak Maret 2020 hingga saat ini.

Pemerintah juga melakukan survei untuk mengukur efektivitasnya terhadap penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Hasil survei tersebut menunjukkan mayoritas pengguna jasa menilai pemberian fasilitas bermanfaat dan tidak mengalami hambatan dalam memanfaatkannya.

Fasilitas yang diberikan pemerintah di antaranya diatur melalui PMK 34/2020 jo PMK 92/2021 tentang pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor barang yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19.

Kemudian, PMK 188/2020 yang memuat fasilitas untuk impor vaksin Covid-19 dan PMK 68/2021 mengatur pemberian insentif bea masuk ditanggung pemerintah (DTP) untuk industri strategis yang terdampak Covid-19 khususnya sektor industri farmasi dan alat kesehatan.

Selain itu, terdapat beberapa peraturan yang dirilis jauh sebelum pandemi Covid-19, tetapi masih bisa dimanfaatkan hingga saat ini. Misal, insentif kepabeanan untuk pengadaan obat-obatan yang diatur melalui PMK 102/2007, serta insentif atas impor barang hibah/hadiah untuk ibadah/amal/sosial melalui PMK 70/2012.

"Pemberian fasilitasi sebenarnya sudah bukan hal baru bagi Ditjen Bea Cukai," ujar Askolani.

Hingga 17 Desember 2021, pemerintah mencatat telah memberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas pengadaan vaksin dan alat kesehatan atau barang yang digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19 senilai Rp8,16 triliun. 

Fasilitas yang diberikan meliputi pembebasan bea masuk dan/atau cukai, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tidak dipungut, serta pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor.

Fasilitas yang diberikan untuk impor alat kesehatan mencapai Rp1,78 triliun dengan nilai impor Rp9,12 triliun. Jenis alat kesehatan yang banyak diimpor yakni PCR test kit, obat antivirus, dan ventilator.

Lalu, pemerintah juga memberikan fasilitas impor vaksin senilai Rp6,38 triliun atas impor senilai Rp34,73 triliun. Vaksin yang diimpor sebanyak 395,87 juta dosis, yang 49% di antaranya masih berbentuk bulk.

Pemerintah juga memberikan insentif tambahan untuk kawasan berikat dan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) senilai Rp7,36 miliar. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.