BERITA PAJAK SEPEKAN

e-Form Akomodir PTKP Rp500 Juta UMKM, Natura Skala Kecil Tak Dipajaki

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 18 Februari 2023 | 08:21 WIB
e-Form Akomodir PTKP Rp500 Juta UMKM, Natura Skala Kecil Tak Dipajaki

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Aplikasi e-form pada DJP Online akan mengakomodasi adanya batas omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta bagi pelaku UMKM. Momentumnya sejalan dengan periode pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagi wajib pajak.

Topik tersebut cukup hangat diperbincangkan netizen dalam sepekan terakhir. 

Selama ini wajib pajak yang memanfaatkan PPh final 0,5% sesuai PP 55/2022 masih perlu menunggu update terbaru dari aplikasi e-form. Ditjen Pajak (DJP) berdalih masih harus menunggau aturan turunan dari UU 7/2021 tentang HPP untuk memodifikasi aplikasi e-form agar selaras dengan regulasi yang ada. 

Kepala Seksi PPh Badan I DJP Hari Santoso mengatakan setiap perubahan ketentuan perpajakan akan selalu diikuti dengan penyesuaian aplikasi, termasuk penyesuaian terhadap aplikasi e-form.

"Terkait dengan e-form 1770, biasanya kita memang diajak rembuk di awal tahun. Jadi ada meeting antardepartemen dengan direktorat pengampu yakni Direktorat Proses Bisnis dan Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)," ujar Hari dalam Regular Tax Discussion yang digelar oleh IAI.

Hari mengatakan biasanya pembaruan aplikasi akan selesai pada Februari. Namun, aplikasi versi baru tersebut masih perlu melalui proses user acceptance test (UAT) sebelum akhirnya siap di-deploy kepada publik.

Jadi kapan e-form yang sudah ter-update bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak pelaku UMKM? Baca berita selengkapnya, 'Ada Omzet UMKM Rp500 Juta Bebas Pajak, DJP Segera Update e-Form'.

Masih tentang ketentuan yang tertuang dalam UU HPP, topik lain yang menjadi sorotan netizen adalah pengenaan pajak atas imbalan berupa natura dan kenikmatan. Sampai saat ini, pemerintah belum juga menerbitkan aturan teknis yang secara terperinci mengatur pengenaan pajak atas natura. 

Namun, DJP mengungkapkan dalam peraturan menteri keuangan (PMK) yang tengah digodok akan diatur mengenai de minimis benefits

Hari Santoso mengatakan imbalan berupa natura dan kenikmatan yang nilainya berada di bawah batas tertentu, yakni di bawah de minimis benefits, bakal dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh).

"Kami perkenalkan de minimis benefits. Pemerintah memilih tidak memajaki natura dan kenikmatan yang sifatnya relatif tidak signifikan untuk dipajaki," katanya.

Dengan batasan tersebut, lanjut Hari, imbalan berupa natura dan kenikmatan yang nilainya terlalu kecil dan tergolong rumit untuk dipajaki bakal dikategorikan sebagai natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh.

Baca 'Godok PMK Soal Natura, DJP Bakal Perkenalkan De Minimis Benefit'.

Selain 2 topik di atas, masih ada sejumlah pemberitaan lain yang juga menarik untuk diulas. Berikut ini sejumlah artikel DDTCNews dalam sepekan terakhir yang sayang untuk dilewatkan.

1. Pemerintah Rilis PP Baru Penyidikan Tindak Pidana Sektor Jasa Keuangan

Pemerintah telah menerbitkan peraturan baru mengenai penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.

Peraturan yang dimaksud adalah PP 5/2023. Pertimbangan diterbitkannya peraturan ini adalah untuk mendukung sinergi antara Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penegakan hukum di sektor jasa keuangan.

“Serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 49 dalam Pasal 8 angka 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan,” bunyi penggalan bagian pertimbangan dalam PP 5/2023.

2. Terbitkan SKP Kurang Bayar, Dirjen Pajak Punya Waktu 5 Tahun

Dirjen pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.

Ketentuan tersebut termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022. Merujuk pada Pasal 20 PP 50/2022, surat ketetapan pajak (SKP) kurang bayar tersebut dapat diterbitkan oleh dirjen pajak setelah dilakukan pemeriksaan atas beberapa kondisi yang terjadi.

“[Pertama,] pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. [Kedua,] PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%,” bunyi Pasal 20 PP 50/2022.

3. Terbang ke Jepang, Sri Mulyani Jaring Dukungan Keanggotaan Penuh FATF

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta dukungan Jepang agar Indonesia berhasil dalam pencalonan menjadi anggota penuh Financial Action Task Force (FATF).

Sri Mulyani mengatakan FATF merupakan kerja sama antarnegara untuk memerangi praktik pencucian uang (money laundering). Menurutnya, keanggotaan dalam FATF juga akan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan reputasi baik.

"Peranan dan keinginan Indonesia untuk menjadi membership akan sangat menentukan terhadap reputasi Indonesia dalam task force yang menangani mengenai illicit financial flows," katanya.

4. Kenapa Enggak DJP yang Validasi Semua NIK-NPWP? Begini Kata Pemerintah

DJP menjelaskan alasan perlunya validasi data NIK dan NPWP dilakukan langsung oleh wajib pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan validasi data pada hakikatnya proses pemadanan dan pembaruan data. Otoritas sebenarnya juga sudah melakukan validasi sebagian Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

“Kenapa enggak Direktorat Jenderal Pajak saja yang memvalidasi data NIK-NPWP? Kita juga sudah melakukan validasi. Bukan berarti DJP tidak melakukan validasi,” ujarnya dalam Podcast Cermati episode 8 bertajuk Lapor SPT Tahunan: Bisa Pake NIK.

Meskipun validasi sebagian NIK-NPWP sudah dilakukan, DJP tetap mendorong wajib pajak melakukannya. Pasalnya, selama ini, NIK dan NPWP merupakan 2 nomor yang berbeda. Informasi pada kedua nomor identitas itu juga berbeda. Keduanya juga tidak terhubung. 

5. WP Ditagih Pajaknya Lewat Telepon, DJP Wanti-Wanti Modus Penipuan

DJP  kembali mengingatkan wajib pajak agar lebih berhati-hati apabila menerima telepon yang mengaku sebagai pegawai pahak.

Layanan resmi call center DJP hanya melalui saluran outbound Kring Pajak 1500200 atau KPP terdaftar. Jika wajib pajak mendapat telepon dari pihak yang mengaku selain nomor tersebut, wajib pajak diimbau melakukan konfirmasi ke Kring Pajak atau KPP.

"Wajib pajak bisa mengecek imbauan kami terkait marahnya penipuan yang mengatasnamakan DJP. Bantu share info ini agar wajib pajak lebih waspada," cuit DJP melalui akun @kring_pajak. (sap) 

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 19 Mei 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Baru Daftar NPWP Orang Pribadi, WP Tak Perlu Lakukan Pemadanan NIK

Minggu, 19 Mei 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ajukan Pemanfaatan PPh Final 0 Persen di IKN, Begini Ketentuannya

Minggu, 19 Mei 2024 | 09:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP: Wajib Pajak Non-Efektif Harus Ikut Padankan NIK dengan NPWP

Sabtu, 18 Mei 2024 | 11:30 WIB PER-6/PJ/2011

Berapa Batas Nilai Zakat yang Bisa Dijadikan Pengurang Pajak?

BERITA PILIHAN