Foto udara suasana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (15/2/2024). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen pajak akan mengawasi kepatuhan wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan atas pemindahan kantor pusat ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pengawasan kepatuhan tersebut dilakukan terkait dengan realisasi pemindahan kantor pusat ke IKN. Adapun pengawasan dilakukan melalui laporan realisasi pemindahan kantor pusat yang wajib dibuat oleh wajib pajak.
“Pengawasan kepatuhan terhadap wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan PPh badan dilakukan atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b [laporan realisasi pemindahan kantor pusat],” bunyi Pasal 73 ayat (3) PMK 28/2024, dikutip pada Kamis (23/5/2024).
Pembuatan laporan realisasi pemindahan kantor pusat memang menjadi 1 dari 4 kewajiban yang harus dipenuhi wajib pajak pemanfaat fasilitas. Laporan tersebut disusun sesuai dengan contoh format yang tercantum dalam Lampiran PMK 28/2024.
Wajib pajak pemanfaat fasilitas harus menyampaikan laporan realisasi pemindahan kantor pusat setiap 1 tahun sekali. Laporan tersebut disampaikan kepada kepala kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.
Selain itu, laporan tersebut ditembuskan kepada dirjen pajak, kepala badan kebijakan fiskal (BKF), dan kepala otorita. Wajib pajak perlu menyampaikan laporan tersebut maksimal 30 hari setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan melalui online single submission (OSS).
Dalam hal wajib pajak tidak menyampaikan laporan atau menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan format maka akan diberikan surat teguran tertulis. Apabila 14 hari setelahnya wajib pajak tetap tidak menyampaikan laporan yang sesuai ketentuan maka akan diberikan surat teguran kedua.
“Dalam hal setelah jangka waktu 14 hari sejak surat teguran tertulis disampaikan kepada wajib pajak, wakil dari wajib pajak, atau kuasa dari wajib pajak, wajib pajak tetap tidak menyampaikan laporan atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan, kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar menerbitkan surat teguran kedua,” bunyi Pasal 23 ayat (4) PMK 28/2024.
Kendati wewenangnya berada di dirjen pajak, pengawasan tersebut akan dilaksanakan oleh kepala kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Hal ini lantaran wewenang pengawasan itu telah dilimpahkan ke kepala KPP sebagaimana diatur dalam Pasal 73 ayat (2) PMK 28/2024.
"Dirjen Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan PPh badan [atas pemindahan kantor pusat] dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar," bunyi Pasal 73 ayat (2) PMK 28/2024.
Sebagai informasi, pemerintah menawarkan insentif pengurangan PPh badan kepada pelaku usaha yang mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya ke IKN. Pengurangan PPh badan tersebut diberikan sebesar 100% selama 10 tahun.
Setelah jangka waktu 10 tahun berakhir, wajib pajak masih diberikan pengurangan PPh badan sebesar 50% selama 10 tahun. Selain laporan realisasi pemindahan kantor, ada 3 kewajiban lain yang harus dipenuhi oelh wajib pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan PPh badan tersebut.
Pertama, memulai realisasi pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional paling lama 1 tahun sejak persetujuan pemberian fasilitas pengurangan PPh badan diterbitkan.
Kedua, melakukan pemotongan dan pemungutan PPh kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPh.
Ketiga, melakukan pembukuan terpisah antara penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan PPh badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan PPh badan.
Adapun kewajiban pembukuan terpisah dilakukan dengan menyelenggarakan pembukuan secara terpisah atas penghasilan yang mendapatkan fasilitas pengurangan PPh badan dan yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan PPh badan.
“Dalam hal pada saat melakukan pembukuan terpisah...terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional,” bunyi Pasal 72 ayat (4) PMK 28/2024. (sap)