PEMBANGUNAN KAWASAN

Dengan Dana Cukai, KIHT Terpadu Segera Bertambah Jadi 9

Dian Kurniati
Minggu, 13 Desember 2020 | 07.01 WIB
Dengan Dana Cukai, KIHT Terpadu Segera Bertambah Jadi 9

Menkeu Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Youtube Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap pemerintah daerah memanfaatkan dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau (CHT) yang diterimanya untuk membentuk kawasan industri hasil tembakau (KIHT) terpadu, bersama Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

Sri Mulyani mengatakan KIHT terpadu bisa menjadi wadah untuk menampung dan memberdayakan produsen rokok skala UMKM. Dia menyebut jumlah KIHT terpadu akan segera bertambah menjadi 9 titik, dari yang saat ini 2 titik.

"Pembentukan kawasan industri hasil tembakau atau KIHT tujuannya untuk memberikan lokasi bagi UMKM dan sekaligus untuk mengawasi peredaran rokok ilegal," katanya melalui konferensi video, Kamis (10/12/2020).

Sri Mulyani mengatakan saat ini telah beroperasi KIHT terpadu Soppeng dan Kudus. Setelahnya, akan menyusul KIHT terpadu Cilacap, Mataram, dan Madura yang saat ini sedang dalam proses persiapan.

Sementara itu, ada beberapa daerah yang tengah dalam proses kajian dan pembahasan untuk membentuk KIHT terpadu, yakni Malang, Pasuruan, Yogyakarta, dan Sidoarjo.

Sri Mulyani juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 21/PMK.04/2020, sebagai payung hukum pembentukan KIHT terpadu. Pada KIHT terpadu itulah, DJBC hadir memberikan pelayanan, pembinaan industri, serta mengawasi produksi dan peredaran hasil tembakaunya.

Selain itu, DJBC juga dapat memberikan fasilitas cukai untuk para produsen rokok yang beroperasi di KIHT, misalnya penundaan pelunasan pita cukai.

Menurut Sri Mulyani KIHT terpadu akan menjadi kawasan tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang produksi. Setiap rokok yang keluar dari KIHT terpadu juga wajib dilekati pita cukai. 

Menurutnya, KIHT terpadu akan menjadi upaya Bea Cukai membina industri sekaligus mengawasi produksi dan peredaran hasil tembakau. "Untuk menangani rokok ilegal ini perlu langkah preventif, seperti sosialisasi dan mendirikan KIHT, sehingga mudah dilokalisasi dan diawasi," ujarnya.

Sri Mulyani memprediksi kenaikan tarif cukai rokok menjadi 12,5% pada tahun depan akan mendorong produsen rokok ilegal semakin ingin mengeruk keuntungan yang lebih besar dengan memperbesar produksi dan peredarannya.

Namun, rokok produksi KIHT terpadu bisa membantu pemerintah menekan peredaran rokok ilegal karena golongan produknya selevel dengan rokok-rokok ilegal.

Secara bersamaan, DJBC bersama aparat hukum lainnya juga akan tetap menggencarkan operasi pemberantasan rokok ilegal di berbagai wilayah. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau (CHT) senilai Rp3,47 triliun kepada 28 provinsi pada 2021.

Sri Mulyani mengatur pemda bisa memanfaatkan 25% DBH CHT yang diterimanya untuk mendukung penegakan hukum terhadap rokok ilegal, termasuk melalui pembentukan KIHT terpadu. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.