Skema perdagangan karbon yang disampaikan oleh Kementerian ESDM dalam paparannya.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi meluncurkan perdagangan karbon. Mulai 2023, perdagangan karbon akan dilakukan di subsektor pembangkit tenaga listrik dalam tahap mandatory.
Dalam fase I yang akan berlangsung sampai 2024, perdagangan karbon akan dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 megawatt (MW).
"Untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon tersebut, Kementerian ESDM telah menetapkan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE)," ujar Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu dalam Peluncuran Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik, Rabu (22/2/2023).
Untuk pelaksanaan tahun ini, Jisman menyampaikan, Kementerian ESDM telah menetapkan nilai Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) kepada 99 unit PLTU Batubara milik 42 perusahaan. Seluruh 42 perusahaan tersebut akan menjadi peserta perdagangan karbon dengan total kapasitas terpasang 33.569 MW.
Sebagai informasi, perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui jual beli unit karbon. Perdagangan karbon dijalankan melalui 2 mekanisme, yakni perdagangan emisi dan offset emisi.
Dalam praktiknya nanti, unit pembangkit yang menghasilkan emisi melebihi batas pada PTBAE-PU punya kewajiban untuk membeli emisi dari unit PLTU yang menghasilkan emisi di bawah batas pada PTBAE-PU.
Opsi lainnya, pembangkit yang menghasilkan emisi berlebih bisa membeli sertifikat pengurangan emisi (SPE). Kemudian, sisa surplus emisi dari PTBAE-PU bisa diperdagangkan pada tahun berikutnya paling lama 2 tahun, terhitung sejak akhir perdagangan karbon dan tidak melebihi fase perdagangan karbon.
Kementerian ESDM juga tengah menyusun Peta Jalan Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik yang di dalamnya terdapat rencana implementasi dan strategi perdagangan karbon sampai dengan 2030.
Pelaksanaan perdagangan karbon pada subsektor pembangkit tenaga listrik akan dilakukan dalam 3 fase. Fase pertama dilakukan pada 2023-2024, fase kedua pada 2025-2027, dan fase ketiga pada 2027-2030.
Nantinya, secara bertahap perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik pada fase kedua dan ketiga akan diterapkan pada pembangkit listrik fosil selain PLTU batu bara dan tidak hanya yang terhubung ke jaringan PT PLN (Persero).
Setelah 2030 mendatang, perdagangan karbon akan dilakukan sesuai dengan target pengendalian emisi GRK sektor energi.
United Nations Development Program (UNDP) Resident Representative Norimasa Shimomura menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik.
"Indonesia mengambil langkah pertama untuk menggunakan perdagangan karbon sebagai instrumen di sektor energi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik tenaga batu bara serta menawarkan insentif karbon untuk investasi energi terbarukan dan efisiensi energi," kata Norimasa. (sap)