Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat P2 Humas DJP Rian Ramdani (kiri).
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memberikan penjelasan perihal status kurang bayar pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan milik wajib pajak pegawai yang pindah bekerja pada tahun berjalan.
Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat P2 Humas DJP Rian Ramdani menyebut secara umum terdapat dua penyebab wajib pajak pegawai mendapat status kurang bayar dalam SPT Tahunan. Pertama, terdapat pengurangan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) secara penuh pada 2 bukti potong.
“Kedua, ketika terjadi kenaikan gaji saat pindah tempat bekerja,” katanya dalam Tax Live bertajuk SPT Tahunan OP Kurang Bayar, Mengapa?, dikutip pada Jumat (9/12/2022).
Dalam satu tahun pajak, lanjut Rian, seharusnya pengurangan PTKP hanya dilakukan sekali saja. Kondisi PTKP dikurangi pada kedua bukti potong tersebut disebabkan karena wajib pajak tidak melaporkan bukti potong yang lama kepada perusahaan baru untuk diperhitungkan kembali sehingga perusahaan baru memberlakukan PTKP normal.
Untuk mengatasi permasalahan ini, wajib pajak dapat melaporkan bukti potong dari perusahaan lama ke bagian keuangan perusahaan baru untuk kemudian dilakukan perhitungan ulang Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang terutang.
“Saya menyarankan setiap pindah kerja, wajib pajak tuh lapor bukti potong dari tempat lama sih, biar segera dilakukan perhitungan sehingga nanti tidak terburu-buru ketika mau lapor SPT. Kan repot,” ujar Rian.
Untuk permasalahan kurang bayar yang disebabkan oleh kenaikan gaji, lanjut Rian, hal tersebut terjadi lantaran penghasilan wajib pajak meningkat dan sudah melampaui lapisan tarif yang lama sehingga dikenakan lapisan tarif yang lebih tinggi.
Saat ini, terdapat 5 lapisan tarif yang berlaku untuk perhitungan PPh Pasal 21. Wajib pajak yang memiliki penghasilan kena pajak Rp0 hingga Rp60 juta dalam setahun dikenakan tarif 5%. Penghasilan di atas Rp60 juta hingga Rp250 juta dikenakan tarif 15%.
Penghasilan di atas Rp250 juta hingga Rp500 juta dikenakan tarif 25%. Penghasilan di atas Rp500 juta hingga Rp5 miliar dikenakan tarif 30%. Penghasilan di atas Rp5 miliar dikenakan tarif 35%. (rig)