Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak perlu memahami bahwa terdapat beberapa bidang usaha tertentu yang penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujudnya diberikan pengaturan khusus.
Pengaturan khusus tersebut diatur dalam PMK 249/2008 s.t.d.t.d PMK 126/2012. Wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu tidak harus menyusutkan hartanya sejak dilakukan pengeluaran. Namun, penyusutan dapat dilakukan sejak bulan dimulainya penjualan.
“Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud … dimulai pada bulan produksi komersial,” bunyi penggalan Pasal 1 ayat (4) PMK 249/2008 s.t.d.t.d PMK 126/2012, dikutip Kamis (10/11/2022).
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud sebagaimana dimaksud termasuk biaya pembelian, penumbuhan, dan pemeliharaan bibit. Namun, tidak termasuk biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja.
Adapun wajib pajak tertentu tersebut merupakan yang bergerak dalam 3 bidang usaha tertentu, yakni kehutanan, perkebunan tanaman keras, dan peternakan. Kemudian, juga harus memenuhi kriteria usaha tertentu, yakni dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah lebih dari 1 tahun.
Selain itu, harta berwujud yang dapat disusutkan menggunakan aturan khusus ini harus berupa aktiva tetap yang dimiliki, digunakan, serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu. Untuk usaha kehutanan, aktiva tetap yang dimaksud termasuk tanaman kehutanan.
Untuk usaha perkebunan tanaman keras, aktiva tetap yang dimaksud termasuk tanaman rempah dan penyegar. Selanjutnya, untuk bidang usaha peternakan, meliputi ternak, termasuk ternak pejantan.
Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujudnya dapat dilakukan wajib pajak tertentu tersebut dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan untuk harta berwujud yang diatur.
Untuk usaha kehutanan dan perkebunan tanaman keras, harta berwujudnya dikelompokkan dalam kelompok 4. Sementara itu, untuk usaha peternakan, harta berwujudnya dikelompokkan dalam kelompok 2. Adapun ketentuan kelompok masa manfaat tersebut menyesuaikan dengan yang diatur dalam Pasal 11 UU PPh s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang HPP.
Perlu diingat juga, UU 7/2021 tentang HPP memuat perubahan ketentuan mengenai penyusutan harga berwujud yang terdapat pada UU Pajak Penghasilan (PPh). Namun, sampai saat ini belum ada aturan teknis terkait dengan hal tersebut. Wajib pajak masih bisa mengacu pada dasar hukum yang lama sepanjang tidak bertentangan atau dan tidak diganti melalui UU HPP.
Simak lagi 'Penyusutan dan Amortisasi Aktiva Tetap'. (Fauzara Pawa Pambika/sap)