Ilustrasi. Sejumlah warga turun dari KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (12/7/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menegaskan setiap penduduk Indonesia merupakan subjek pajak.
Penyuluh Pajak Ahli Madya Ditjen Pajak (DJP) Eko Ariyanto mengatakan dalam konteks penghasilan (PPh), setiap penduduk merupakan subjek pajak. Namun demikian, setiap subjek pajak tidak langsung menjadi wajib pajak.
“Tiap penduduk adalah subjek pajak. Subjek pajak tadi, apabila memiliki objek pajak, disebut wajib pajak. Objek pajak ini penghasilan. Jadi, subjek pajak [yang] memiliki objek pajak itulah wajib pajak,” katanya dalam Tax Live, dikutip pada Senin (29/8/2022).
Dengan demikian, kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) – sebagai identitas penduduk – tidak langsung berkorelasi terhadap kewajiban pembayaran pajak. Jika tidak memiliki objek pajak, subjek pajak tidak membayar PPh. Lihat pula ‘NIK jadi NPWP? Simak Ketentuannya di Video Ini’.
Selain itu, Eko mengatakan dalam konteks pengenaan PPh, ada batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). PTKP inilah yang akan mengurangi penghasilan kena pajak. Dia memberi contoh untuk karyawan yang memiliki penghasilan di bawah PTKP, tidak ada pengenaan PPh Pasal 21.
Secara umum, besaran PTKP adalah Rp54 juta/tahun untuk diri wajib pajak orang pribadi; Rp4,5 juta/tahun sebagai tambahan untuk wajib pajak yang sudah menikah; Rp54 juta/tahun sebagai tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
Kemudian, Rp4,5 juta/tahun sebagai tambahan untuk setiap anggota keluarga. Adapun tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Selain PTKP tersebut, bagi orang pribadi UMKM yang menggunakan rezim PPh final PP 23/2018, ada penerapan omzet tidak kena pajak. Tarif PPh final 0,5% tidak dikenakan terhadap omzet sampai dengan Rp500 juta dari wajib pajak orang pribadi UMKM.
Menurut Eko, ketentuan tersebut merupakan bentuk keberpihakan pemerintah yang dimuat dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Apalagi, mayoritas perekonomian Indonesia ditopang dari aktivitas UMKM. (kaw)