Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Jumlah wajib pajak dan pengawasan menjadi bagian dari sejumlah alasan bagi Ditjen Pajak (DJP) dalam pengembangan compliance risk management (CRM) dan business intelligence (BI).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan dahulu, jumlah wajib pajak sangat terbatas. Dengan kondisi tersebut, pada masa-masa tersebut, DJP masih bisa melakukan pengawasan kepatuhan wajib pajak secara manual.
“[Dahulu] masih memungkinkan pengawasan secara manual. Diawasi satu-satu, diperiksa, dilihatin satu-satu,” ujarnya dalam Bedah Buku CRM BI—Langkah Awal Menuju Data Driven Organization, dikutip dari akun Youtube Direktorat Jenderal Pajak, Jumat (29/7/2022).
Yon mengatakan kondisi saat ini sudah berbeda. Sudah ada sekitar 45 juta wajib pajak terdaftar. Jumlah wajib pajak tersebut juga diperkirakan masih akan terus bertambah. Apalagi, pemerintah telah mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), NIK digunakan sebagai NPWP orang pribadi. Implementasi pada layanan terbatas sudah dimulai pada 14 Juli 2022 hingga 31 Desember 2023. Simak ‘Wajib Pajak Perlu Tahu! Begini Ketentuan Format Baru NPWP’.
Seperti diketahui pula, berdasarkan pada Sensus Penduduk 2020, mayoritas penduduk Indonesia berusia di bawah 25 tahun (Generasi Z dan Post-Gen Z). Kemudian, berdasarkan pada data DJP, mayoritas wajib pajak berusia 25—40 tahun (Generasi Milenial).
Melihat kedua data tersebut, ada potensi besar penambahan wajib pajak baru pada masa mendatang, terutama dari kelompok penduduk Generasi Z. Simak Fokus Melihat Urgensi Edukasi Pajak di Indonesia.
“Pola transaksi juga sudah makin berkembang. Tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan [pengawasan] secara manual,” imbuh Yon. Simak pula ‘Pengembangan CRM-BI, Wajib Pajak Patuh Tidak Akan Diperiksa’. (kaw)