Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Youtube Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan Bank Indonesia (BI) akan melanjutkan skema berbagi beban (burden sharing) atas pembiayaan yang ditimbulkan pandemi virus Corona hingga 2022.
Sri Mulyani menyebut pemerintah dan BI akan menerapkan dua jenis burden sharing. Pertama, mengenai pembiayaan dalam penanganan virus Corona yang berakhir pada 2020. Kedua, BI akan berperan sebagai pembeli siaga (standby buyer) di pasar perdana, yang berlangsung hingga 2022.
"Burden sharing ini BI sebagai pembeli siaga atau standby buyer melalui lelang SBN pemerintah, dan itu berlangsung sampai 2022," katanya dalam konferensi video, Jumat (4/9/2020).
Sri Mulyani menjelaskan ketentuan mengenai burden sharing hingga 2022 tersebut telah diatur dalam UU No. 2/2020. Dalam periode itu pula, pemerintah dibolehkan menetapkan defisit APBN di atas 3%.
Bersamaan dengan itu, Sri Mulyani memastikan pemerintah akan menjaga disiplin fiskalnya. Sementara BI, akan menjaga kebijakan moneternya selalu kredibel, agar investor tetap percaya untuk memegang maupun membeli SBN Indonesia.
"BI dan pemerintah akan terus bekerja sama dalam mendorong agar mekanisme ini tetap terjaga dalam rambu-rambu yang transparan, baik, dan konsisten," ujarnya.
Di tengah pandemi virus Corona, pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.71/2020 menargetkan defisit anggaran senilai Rp1.039,2 triliun atau 6,34% terhadap PDB.
Dalam beberapa waktu mendatang, pemerintah masih akan menjual SBN kepada BI secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan belanja public goods yang senilai total Rp397,6 triliun.
Belanja public goods tersebut terdiri atas penanganan kesehatan senilai Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, serta dukungan sektoral untuk kementerian/lembaga dan pemda senilai Rp106,11 triliun.
BI juga akan ikut menanggung beban bunga utang untuk pembiayaan non-public goods khusus UMKM dan korporasi non-UMKM senilai Rp 177,03 triliun. Pemerintah hanya akan menanggung bunga sebesar 1% di bawah reverse repo rate, sedangkan sisanya ditanggung oleh BI.
Adapun pada pembiayaan belanja non-public goods yang senilai Rp329 triliun, bunga utangnya akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah mengikuti suku bunga pasar. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.