PMK 92/2020

Sri Mulyani Bebaskan PPN Umrah, Ini Respons Kementerian Agama

Dian Kurniati
Senin, 27 Juli 2020 | 14.30 WIB
Sri Mulyani Bebaskan PPN Umrah, Ini Respons Kementerian Agama

Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Nizar. (foto: Kemenag)

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Agama (Kemenag) mengapresiasi kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang membebaskan penyelenggaraan ibadah umrah dari pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1% dari jumlah tagihan.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar mengungkapkan perlu waktu setidaknya setahun untuk mengkaji pembebasan PPN pada ibadah umrah. Menurutnya, Kemenag telah mengirim surat kepada Ditjen Pajak (DJP) tentang usulan pembebasan PPN pada kegiatan ibadah tersebut pada 18 Juli 2019.

"Jemaah yang akan melaksanakan ibadah umrah maupun PPIU [penyelenggara perjalanan ibadah umrah] yang menyelenggarakan mestinya tidak dikenakan pajak," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (27/7/2020).

Nizar mengatakan melalui surat itu, Kemenag mengusulkan agar umrah dikategorikan sebagai kegiatan ibadah, bukan wisata. Dengan demikian, tidak perlu dikenai pajak. Menurutnya, hal itu didasarkan pada Pasal 4A ayat (3) UU PPN yang mengatur pengecualian pengenaan PPN atas kelompok jasa di bidang agama.

Pasal 1 UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juga mendefinisikan umrah sebagai kegiatan ibadah berupa berkunjung ke Arab Saudi di luar musim haji dengan niat melaksanakan umrah yang dilanjutkan dengan melakukan tawaf, sai, dan tahalul.

Sementara itu, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim menambahkan Kemenag juga beberapa kali diundang Ditjen Pajak dalam proses pembahasan awal hingga finalisasi draf penyusunan PMK 92/2020, yang salah satunya memuat pembebasan PPN untuk umrah.

"Proses ini berjalan secara sinergis dalam rangka pelayanan dan perlindungan agar jemaah dapat tenang melaksanakan ibadah tanpa berpikir pajaknya," ujarnya.

PMK 92/2020 diundangkan pada 23 Juli 2020 dan mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Pasal 3 beleid tersebut mengatur jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN, meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lain di bidang keagamaan.

Jasa lain di bidang keagamaan yang dimaksud yakni jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah, dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata.

Pada penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah, terdiri atas jasa penyelenggaraan ibadah haji reguler, serta jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah ke Mekkah dan Madinah.

Sementara jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata meliputi jasa penyelenggaraan ibadah Haji Khusus dan/atau penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah ke Kota Mekkah dan Kota Madinah. Ada pula jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Yerusalem dan/atau Kota Sinai kepada peserta perjalanan yang beragama Kristen.

Pembebasan PPN juga berlaku pada jasa penyelenggara perjalanan ibadah ke Vatikan dan/atau Kota Lourdes kepada peserta perjalanan yang beragama Katolik, serta jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Uttar Pradesh dan/atau Kota Haryana kepada peserta perjalanan yang beragama Hindu.

Selain itu, pembebasan PPN juga diberikan pada jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Bodh Gaya dan/atau Kota Bangkok kepada peserta perjalanan yang beragama Buddha, dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Qufu kepada peserta perjalanan yang beragama Khonghucu. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Mohammad Justine Ceasarea Hasanudin
baru saja
langkah ini sudah baik dilakukan DJP untuk mengurangi operational cost para calon jemaah haji dimasa persiapan setelah pandemi nanti. Namun fokus DJP untuk menghilangkan objek tersebut dari yang terutang PPN sebenarnya sudah dibahas dalam pasal 4 ayat 3 UU PPN diatas. Akan lebih baik lagi dalam hal pengurusan visa dsb sebagai operational cost selain PPN juga dikurangi ? tentunya ini akan lebih berdampak jika kita melihat ratio nya yang mungkin akan dibuat diatas 1 %