Ilustrasi. Gedung DJP.Â
JAKARTA, DDTCNews â Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menemukan adanya masalah mengenai restitusi pajak. Hal ini terungkap pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019.
Dari hasil temuan BPK, DJP diketahui tidak segera memproses pembayaran restitusi pajak yang telah terbit surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (SKPKPP) senilai Rp11,62 triliun. BPK juga menemukan indikasi belum terbitnya SKPKPP Rp72,86 miliar dan US$57.910. Ada pula temuan SKPKPP yang terlambat terbit senilai Rp6,07 miliar.
Secara lebih rinci, saldo utang kelebihan pembayaran pendapatan (UKPP) DJP pada 31 Desember 2019 tercatat mencapai Rp28,14 triliun. Dari total UKPP tersebut, DJP telah menerbitkan SKPKPP sebesar Rp18 triliun.
"Namun demikian atas SKPKPP tersebut belum diterbitkan surat perintah membayar kelebihan pajak (SPMKP) sehingga sampai dengan 31 Desember 2019 utang kelebihan pembayaran pajak tersebut belum dapat dilunasi dan masih tercatat sebagai penerimaan pajak tahun 2019,â tulis BPK dalam LHP, dikutip pada Rabu (14/7/2020).
Kementerian Keuangan dalam proses pemeriksaan pun menanggapi ada tiga sebab penerbitan SPMKP atas SKPKPP tertunda. Pertama, wajib pajak terlambat menyampaikan nomor rekening dalam negeri. Hal ini menyebabkan SPMKP tidak dapat diterbitkan dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Kedua, SKPKPP yang diterbitkan cenderung berdekatan dengan batas waktu pengajuan SPMKP, yakni pada 16 Desember 2019. Akibatnya, SPMKP tidak dapat diterbitkan atau tidak dapat diterima oleh KPPN.
Ketiga, SPMKP yang diterbitkan ditolak oleh KPPN karena ada permasalah sistem dan tidak sempat lagi dilakukan pembetulan SPM. Pembetulan SPM tidak sempat dilakukan karena waktunya yang berdekatan dengan batas akhir penyampaian SPM akhir tahun.
Masalah ini menimbulkan dua konsekuensi yakni nilai penerimaan pajak yang tercatat masih termasuk kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya dikembalikan kepada wajib pajak sebesar Rp11,62 triliun.
DJP juga berpotensi membayar imbalan bunga kepada wajib pajak atas keterlambatan penerbitan SKPKPP senilai Rp185,51 juta dan imbalan bunga akibat belum diterbitkannya SKPKPP senilai Rp8,78 miliar dan U$11.892,2.
BPK merekomendasikan kepada Kementerian Keuangan agar memberi instruksi kepada DJP untuk melaksanakan pencairan restitusi secara tepat waktu sesuai dengan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-36/PJ/2020. SE petunjuk pelaksanaan penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang baru tersebut berlaku pada tahun ini.
Lebih lanjut, DJP juga perlu menyelesaikan SKPKPP yang belum terbit serta juga yang terlambat diterbitkan. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kementerian Keuangan pun berkomitmen menindaklanjuti temuan ini dengan memonitor pelaksanaan SE-36/PJ/2020. Kementerian Keuangan juga akan menyampaikan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas hasil penelitian terhadap restitusi yang belum diterbitkan atau terlambat diterbitkan SKPKPP. (kaw)