KEBIJAKAN PAJAK

Hashim Soroti Titik Lemah RI dalam Optimalkan Pajak

Redaksi DDTCNews
Senin, 15 Desember 2025 | 09.38 WIB
Hashim Soroti Titik Lemah RI dalam Optimalkan Pajak
<p>Ilustrasi. Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Utusan Khusus Presiden Hashim Djojohadikusumo menilai Indonesia masih memiliki sejumlah kelemahan dalam mengoptimalkan penerimaan negara, termasuk dari sisi pajak.

Hashim mengatakan kelemahan tersebut antara lain tecermin dari sistem pajak yang belum menjangkau semua aktivitas ekonomi serta kredibilitas dari para aparaturnya. Menurutnya, kondisi ini juga membuat rasio penerimaan negara Indonesia lebih rendah dari negara lain, termasuk Kamboja.

"Sistem penerimaan negara kita, pajak, bea cukai, dan sebagainya sangat-sangat parah. Parah sekali... Kita termasuk yang paling lemah dan paling rendah di dunia sistem perpajakan kita," katanya, dikutip pada Senin (15/12/2025).

Hashim menjelaskan Presiden Prabowo Subianto sempat memintanya mengkaji soal rendahnya penerimaan negara, yang menjadi titik kelemahan Indonesia. Sebagai gambaran, sekitar 1 dekade lalu, rasio pendapatan negara Indonesia mencapai 12%, sedangkan Kamboja hanya sebesar 9%.

Kini, rasio pendapatan negara Kamboja sudah menembus 18%, sementara Indonesia stagnan di level 12%.

Dia menyebut besarnya shadow economy menjadi salah satu faktor yang menggerus basis penerimaan pajak di Indonesia. Merujuk data World Bank, aktivitas ekonomi yang tidak tercatat di Indonesia sekitar 35% dari PDB.

Menurutnya, masyarakat bahkan bisa secara tidak sengaja melanggengkan shadow economy, misal ketika melakukan transaksi secara tunai.

"Terus terang saja saya juga ikut bertanggung jawab. Saya salah satu penyebab ekonomi gelap itu. Kenapa? Karena saya pakai seorang tukang rambut, namanya Anton, yang saat membayar dengan uang tunai tidak ada kuitansi, dan tidak dipungut [pajak] 11%," ujarnya.

Hashim menyebut pemerintah terus berupaya mendigitalisasi transaksi masyarakat agar tercatat sebagai aktivitas ekonomi. Bahkan, pemerintah juga berencana mendigitalisasi secara penuh penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat miskin.

Di sisi lain, tata kelola penerimaan negara bakal diperkuat, termasuk soal sumber daya manusia. Menurutnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan bekerja memperbaiki kinerja penerimaan negara tersebut.

"Kalau memang aparat pajak, aparat bea cukai, aparat semuanya itu bekerja dengan benar, Indonesia bukan negara dengan defisit. Indonesia negara surplus. Indonesia negara kaya," imbuhnya.

Hashim berpandangan Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan rasio penerimaan negara hingga sejajar dengan Kamboja ke level 18%. Dengan asumsi PDB Indonesia mencapai Rp25.000 triliun, tambahan penerimaan negara sebesar 6% berarti akan setara dengan Rp1.500 triliun.

Melalui tambahan penerimaan negara tersebut, Indonesia bisa merancang APBN dengan postur surplus. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.