Founder DDTC Darussalam dalam DDTC Exclusive Gathering: Addressing Tax Challenges, Optimizing Business in 2025, di Cikarang, Rabu (26/2/2025).
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dalam melaksanakan reformasi pajak dinilai perlu menyeimbangkan kepentingan otoritas pajak dan wajib pajak.
Founder DDTC Darussalam mengatakan sistem pajak Indonesia sedang dihadapkan pada 2 tantangan besar, yakni globalisasi dan digitalisasi. Adaptasi kedua isu ini dalam proses bisnis dan kebijakan pajak pun harus mampu mengakomodasi semua kepentingan, baik dari sisi otoritas maupun wajib pajak.
"Dalam mendesain semua ini harus berdasarkan keseimbangan antara kepentingan wajib pajak dan pemerintah sendiri. Saya harap sistem pajak kita in line dengan international best practices," katanya dalam DDTC Exclusive Gathering: Addressing Tax Challenges, Optimizing Business in 2025, Rabu (26/2/2025).
Darussalam mengatakan globalisasi dan digitalisasi telah banyak mengubah proses bisnis dan kebijakan pajak di Indonesia. Dari sisi kebijakan, Indonesia antara lain telah menyesuaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 2025.
Namun, pemerintah berupaya menjaga tarif efektif PPN sebesar 11% dengan menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 untuk sebagian besar barang dan jasa. Kebijakan ini pada akhirnya membuat sistem PPN di Indonesia menjadi lebih kompleks dan lebih sulit dipahami. Wajib pajak pun dihadapkan pada tantangan untuk menghadapi dan memahami dinamika ketentuan pajak yang berlaku.
Di sisi lain, digitalisasi telah mendorong otoritas menerapkan coretax administration system. Sayangnya, penerapan coretax system hingga saat ini masih mengalami berbagai kendala sehingga menimbulkan kebingungan pada wajib pajak.
"Kita memahami bahwa pajak adalah kewajiban. Tetapi kita juga menuntut berilah wajib pajak kemudahan, kenyamanan, kepastian, dan kesederhanaan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya," ujarnya.
Darussalam menambahkan kepatuhan pajak memerlukan kesederhanaan dan kepastian pada sistem pajak. Dengan pajak yang dibayarkan kepada negara, wajib pajak juga dapat disebut sebagai pemegang saham di Republik Indonesia. (sap)