PMK 79/2024

KSO Harus Hitung, Lapor, dan Bayar PPh sesuai Ketentuan PMK 79/2024

Muhamad Wildan
Senin, 04 November 2024 | 17.00 WIB
KSO Harus Hitung, Lapor, dan Bayar PPh sesuai Ketentuan PMK 79/2024

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Penghasilan yang diterima oleh kerja sama operasi (KSO) dari pelanggan merupakan penghasilan bagi KSO dan dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

PPh yang tidak bersifat final dihitung dengan cara menerapkan tarif PPh atas penghasilan kena pajak, sedangkan PPh final dihitung dengan cara menerapkan tarif PPh final terhadap dasar pengenaan pajak (DPP).

Dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi DPP PPh yang tidak bersifat final, penghasilan yang diterima oleh KSO dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

"Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya yang dikeluarkan dan dibebankan sebagai biaya oleh KSO, termasuk biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi anggota kepada KSO," bunyi Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 79/2024, dikutip Senin (4/11/2024).

Besarnya biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi anggota KSO adalah nilai yang disepakati oleh setiap anggota KSO yang tercantum dalam perjanjian kerja sama KSO dan/atau dokumen kesepakatan. Biaya tersebut harus dirinci berdasarkan jenis barang/jasa yang diserahkan oleh anggota kepada KSO.

Dalam hal KSO mengeluarkan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh final, biaya tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh KSO.

Setelah PPh tidak bersifat final dan PPh final selesai dihitung, penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh tidak final dan laba terkait penghasilan bersifat final yang sudah dikurangi PPh final adalah bagian laba/sisa hasil usaha yang dibagikan oleh KSO kepada anggota KSO.

Bagian laba dari KSO kepada anggota yang merupakan subjek pajak dalam negeri (SPDN) atau bentuk usaha tetap (BUT) bukanlah objek PPh dan tidak perlu dikenai pemotongan PPh. Namun, bila bagian laba yang diterima BUT tidak ditanamkan kembali di Indonesia, bagian laba tersebut merupakan objek PPh sesuai Pasal 26 ayat (4) UU PPh.

Adapun bila bagian laba KSO diberikan kepada anggota yang merupakan subjek pajak luar negeri (SPLN), bagian laba tersebut merupakan objek PPh.

"KSO dan anggota wajib melunasi dan melaporkan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 12 PMK 79/2024.

Perlu diketahui, tak semua KSO harus ber-NPWP, membayar PPh, dan melaporkan SPT. KSO harus memiliki NPWP bila kriteria pada Pasal 3 ayat (1) PMK 79/2024.

Pada Pasal 3 ayat (1) PMK 79/2024, KSO diwajibkan mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai wajib pajak badan bila perjanjian kerja sama KSO atau pelaksanaan kerja samanya memenuhi kriteria bahwa KSO dimaksud: melakukan penyerahan barang atau jasa atas nama KSO; menerima penghasilan atas nama KSO; dan/atau mengeluarkan biaya atas nama KSO.

Bila kriteria Pasal 3 ayat (1) PMK 79/2024 tidak terpenuhi, KSO tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sehingga pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan KSO tetap melekat pada anggotanya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.