Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% mulai 1 Januari 2025 dipandang akan makin menekan daya beli masyarakat. Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam menilai tarif PPN belum perlu dinaikkan pada tahun depan.
Ecky menilai daya beli masyarakat saat ini masih cukup rendah. Pasalnya, rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp5 juta masih mengalami penurunan. Kenaikan tarif PPN pada tahun depan, ujarnya, justru berpotensi meningkatkan harga jual barang dan jasa sehingga memperburuk daya beli masyarakat.
"Pelaku industri dari golongan ekonomi atas akan dengan mudah menaikan harga barangnya ketika tarif PPN bahan baku industrinya meningkat. Masyarakat ekonomi menengah ke bawah sebagai konsumen yang akan menanggung secara langsung kenaikan tarif PPN," ujar Ecky, dikutip pada Jumat (15/3/2024).
Senada dengan Ecky, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengatakan saat ini konsumsi rumah tangga memang belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19.
"Konsumsi rumah tangga pada tahun 2023 memang tumbuh 4,82%. Tetapi perlu kita ingat, pertumbuhan ini masih lebih rendah dibanding dengan rata rata periode 2011-2019 yang berada di level 5,1%," ujar Said.
Selanjutnya, Said mengatakan indeks penjualan riil juga masih belum sepenuhnya pulih. Pada 2019, indeks penjualan riil mampu menyentuh angka 250. Pada 2023, rata-rata indeks penjualan riil tercatat tak mencapai 210.
Oleh karena itu, Said meminta pemerintah untuk membuat kajian secara lebih komprehensif terhadap rencana kenaikan tarif PPN pada tahun depan. Kenaikan tarif harus mempertimbangkan semua aspek, bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan.
"Pemerintah harus banyak akal untuk menaikkan pendapatan negara tanpa harus membebani rakyat," kata Said.
Untuk diketahui, kenaikan tarif PPN menjadi sebesar 12% sudah tercantum dalam UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. Dengan demikian, kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10% ke 11% lalu menjadi sebesar 12% sesungguhnya adalah kebijakan yang sudah disepakati antara pemerintah dan DPR.
"Tarif PPN yaitu sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025," bunyi Pasal 7 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.
Meski demikian, pemerintah memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% lewat penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan bersama DPR.
"Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%," bunyi ayat penjelas dari Pasal 7 ayat (3) UU PPN.
UU PPN mengatur pembahasan perubahan tarif PPN dilakukan oleh pemerintah bersama DPR pada saat penyusunan RAPBN. (sap)