JAKARTA, DDTCNews – Fluktuasi nilai tukar rupiah yang berlangsung dalam beberapa waktu terakhir dan bergerak di kisaran Rp13.900-an. Bank Indonesia (BI) punya pandangan terkait depresiasi rupiah belakangan ini.
Gubernur BI Agus Martowardojo menilai gejolak nilai tukar saat merupakan imbas yang ditimbulkan oleh faktor eksternal terutama efek kebijakan moneter dan fiskal Amerika Serikat (AS). Sementara, di dalam negeri indikator ekonomi masih dalam status terkendali.
"Kalau terjadi depresiasi, kami anggap itu sebagai hal yang wajar. Jangan hanya lihat (pelemahan dari) nominalnya, tetapi juga lihat persentasenya," katanya saat peluncuran Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), Kamis (3/4).
Menurut Agus, persentase depresiasi atau pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih lebih baik dari negara lain. Penurunan lebih dalam terjadi di beberapa negara seperti Turki dan India.
"Persentase (pelemahan) kecil, tapi seolah-olah jumlahnya sudah besar. Jadi, jangan khawatir karena kami pastikan BI akan selalu ada di pasar untuk menjaga ini," terangnya.
Jumlah yang besar itu tidak lain merupakan dampak dari mata uang rupiah yang belum redenominasi. Gubernur bank sentral itu mengatakan bahwa nilai tukar mata uang negara lain terhadap dolar AS hanya satu atau dua digit sementara rupiah terhadap dolar AS mencapai lima digit angka untuk nominalnya.
Agus pun berkeyakinan ekonomi Indonesia masih dalam kondisi baik. Meskipun nilai tukar rupiah terlihat terus melemah terhadap dollar AS hingga mendekati angka Rp14.000 per dolar AS.
"Secara umum, ekonomi Indonesia menuju ke arah yang lebih baik, tetapi kebaikan yang bisa ditunjukkan di Indonesia sedikit tertutup dengan dinamika global yang cukup tinggi," ujar Agus.
Salah satu indikator yang Agus sebut terkait kondisi ekonomi Indonesia adalah angka inflasi yang berada pada kisaran 3%. Dia juga optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 akan lebih baik dibandingkan tiga tahun terakhir. (Amu)