LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2019

Artificial Intelligence untuk Membangun Kepastian Pajak

Redaksi DDTCNews
Jumat, 03 Januari 2020 | 10.30 WIB
ddtc-loaderArtificial Intelligence untuk Membangun Kepastian Pajak
Muhammad Wiryo Susilo,
Serpong

SEBAGAI sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan anggaran. Anggaran ini mayoritas diperoleh dari penerimaan pajak. 

Namun, untuk memperoleh anggaran secara maksimal pemerintah harus memiliki mekanisme yang efektif menaikkan pajak, serta mencegah adanya individu dan organisasi yang tidak patuh dalam upaya mengumpulkan pajak.

Pada abad ke-21 ini, administrasi pajak semakin beralih ke administrasi elektronik dengan menggunakan berbagai teknologi canggih sebagai sumber data dan baanalitik untuk meningkatkan kepatuhan pajak.

Menurut Frey dan Osborne (2013), ada 702 pekerjaan yang bisa tergantikan oleh artificial intelligence, yaitu otomatisasi pekerjaan melalui alat yang dikendalikan komputer. Daftar pekerjaan itu termasuk pengumpul dan pemeriksa pajak yang dapat sepenuhnya tergantikan dengan probabilitas 93%.

Penggunaan artificial intelligence ini akan menjadi bagian penting dari reformasi perpajakan karena diyakini dapat meningkatkan tax ratio, penghindaran dan penggelapan pajak, serta mendorong kepatuhan wajib pajak.

Laporan Direktur Pusat OECD untuk Kebijakan dan Administrasi Pajak (2017) menyebut ketersediaan teknologi digital dalam administrasi pajak memberikan peluang baru bagi administrasi pajak untuk mengelola kepatuhan dengan lebih baik, melindungi basis pajak dan mengurangi beban administrasi.

Dalam laporan tersebut dinyatakan pula telah terjadi perubahan signifikan dalam proses administrasi perpajakan yang mana wajib pajak semakin mengarah pada proses perpajakan berbasis teknologi. Penggunaan e-filing untuk pajak penghasilan (PPh) pribadi melampaui 70% dan untuk PPh badan 85%.

Hubungan wajib pajak dan otoritas pajak melalui teknologi digital terus meningkat seperti kontak email naik 20%, sementara hubungan langsung wajib pajak dan otoritas pajak berkurang 15%. Melihat tren itu, lebih dari 40 otoritas pajak berencana menggunakan artificial intelligence.

Penerapan Model
ADA beberapa penerapan model artificial intelligence dalam konteks hubungan wajib pajak dan otoritas pajak ini. Pertama, mengelola kepatuhan pajak dengan mendeteksi sekaligus mencegah penghindaran pajak.

Data Ditjen Pajak 2018, dari jumlah pegawai lebih dari 40.000, hanya 6.000 pegawai yang menjadi pemeriksa, dengan jumlah wajib pajak terdaftar 39,2 juta.  Ketimpangan tersebut membuat otoritas pajak Indonesia kesulitan dalam mengendalikan, mengelola, dan memeriksa setiap wajib pajak.

Artificial intelligence perpajakan dimodelkan dengan metode analitik yaitu mengambil data berupa rekam jejak wajib pajak beberapa tahun dalam hal data keuangan dan kewajiban perpajakannya untuk menganalisis wajib pajak yang akan diperiksa kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajaknya.

Dengan demikian, penggunaan artificial intelligence untuk mendeteksi setiap wajib pajak dapat menjadi solusi dibandingkan dengan penyeimbangan sumber daya, yang akan memboroskan biaya pemeriksaan dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi wajib pajak.

Kedua, memberikan layanan dan pendidikan kepada wajib pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakannya dengan lebih mudah. Artificial intelligence dapat dimodelkan untuk menyediakan layanan pembayaran dan manajemen kredit pajak, serta menginformasikan kebijakan perpajakan.

Artificial intelligence memungkinkan komunikasi antara otoritas pajak dan wajib pajak dari hasil analisis pemeriksaan pajak. Ketika wajib pajak memiliki kewajiban perpajakan, sistem akan menginformasikan penuntasan kewajiban itu melalui email atau aplikasi yang saling terkoneksi.

Dengan demikian, model artificial intelligence yang mengidentifikasi tindakan wajib pajak secara terintegrasi akan menciptakan satu pintu data antara otoritas pajak dan wajib pajak. Model ini tentu akan memangkas banyak biaya biaya administrasi perpajakan.

Selain itu, melalui kemudahan dan transparansi data yang tersedia dalam sistem artificial intelligence, model ini juga akan membangun kepercayaan sekaligus kepatuhan wajib pajak kepada otoritas pajak, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan tax ratio.

Memang, transparasi akan bekerja mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan (Mustopadidjaja, 2003). Dalam hal adanya transparansi informasi perpajakan dalam sistem artificial intelligence, maka akan membangun kepastian sistem administrasi perpajakan.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.