Ilustrasi.
BANDUNG, DDTCNews—Pemkot Bandung berencana mengerahkan seluruh pegawai Badan Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD) untuk menagih piutang pajak daerah yang mencapai Rp1 triliun.
Kepala BPPD Kota Bandung Arief Prasetya mengatakan piutang pajak tersebut kebanyakan berasal dari pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2), yaitu mencapai Rp946 miliar.
“Jadi tiap karyawan dikasih tanggung jawab itu, untuk bisa membereskan. [Mereka] datangi wajib pajaknya, nanti dibikin tim kecil-kecil lagi,” katanya di Bandung, dikutip Senin (17/2/2020).
Arief menambahkan piutang pajak tersebut berasal dari wajib pajak pribadi dan badan. Menurutnya, BPPD telah menyiapkan strategi agar pemungutan pajak dan piutang pajak tahun ini bisa lebih optimal.
Misal, dengan memetakan wajib pajak yang mana saja yang masih bisa ditagih atau tidak. Pasalnya, beberapa wajib pajak juga telah mengikuti program pemutihan yang diadakan Pemkot pada 2018.
BPPD Kota Bandung juga telah menyiapkan sistem untuk memudahkan pembayaran pajak daerah, yakni melalui Sistem Informasi Pelayanan Pajak (SIPP) dan electronic self assesment tax reporting apps atau e-satria.
“Saya harap masyarakat bisa semakin patuh dalam membayar kewajiban perpajakannya,” tutur Arief.
Tahun ini, Pemkot Bandung menargetkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak mencapai Rp2,709 triliun. Angka itu naik 6% dari target yang ditetapkan Pemkot Bandung sebesar Rp2,559 triliun.
Pemkot Bandung memiliki sembilan jenis pajak yang pemungutannya terbagi dalam dua sistem, yakni self assesment atau PAD 1 dan official tax atau PAD 2. Untuk PAD 2, pajak tersebut a.l. PBB-P2, pajak reklame, dan pajak air dan tanah.
Sementara pajak yang masuk PAD 1 antara lain seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pajak restoran, pajak hotel, pajak hiburan, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan.
Dilansir dari Galamedianews.com, PAD 1 selama ini memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak di Kota Bandung, khususnya dari BPHTB. Sementara PAD 2 masih mengandalkan pendapatan dari PBB.
Meski begitu, Arief meyakini ada potensi pajak lain yang tak kalah besar dari perhotelan, restauran, dan hiburan mengingat Bandung merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia.
Apalagi, ada pengembangan subpajak dari sektor tersebut di antaranya seperti PKL kulinari menetap, katering, kos-kosan, reklame indoor dan tayang bioskop, serta captive power atau perusahaan yang menyediakan listrik secara mandiri. (rig)