LONDON, DDTCNews - Theresa May telah resmi dilantik sebagai Perdana Menteri baru di Inggris. Dirinya menjabat menggantikan David Cameron yang mengundurkan diri usai kekalahan referendum Britain Exit atau Brexit.
Dalam pernyataannya, May mengatakan dirinya menginginkan agar Inggris tetap berada dalam Uni Eropa (EU). Untuk itu, May berencana untuk bergerak cepat guna memperbaiki perpecahan yang timbul akibat referendum Brexit.
“Saat ini Inggris tengah berada dalam ketidakpastian, menyusul referendum yang dihadapi dalam perubahan besar ini. Akan tetapi, saya tahu Inggris akan segera bangkit dan menghadapi tantangan ini,” ujarnya.
Seusai pertemuannya dengan Ratu Inggris Elizabeth II, May menyampaikan beberapa pesan kepada masyarakat Inggris. Masyarakat Inggris diimbau untuk tidak khawatir karena menurutnya Inggris pasti akan segera bangkit.
“Kita akan bersama membangun peran positif membentuk jati diri Inggris yang baru di dunia, sebagai negara yang bekerja untuk seluruh lapisan masyarakat. Ini misi pemerintahan yang saya pimpin, dan bersama-sama kita akan membangun Inggris yang lebih baik” tukas May sebagaimana dilansir USA Today.
May juga menyanggupi amanat Ratu Elizabeth untuk segera membentuk pemerintahan baru. Tanpa membuang waktu, May telah menunjuk 6 orang anggota kabinet sesaat setelah menduduki jabatannya itu. Dua di antaranya adalah rival utamanya di Partai Konservatif, yaitu anggota parlemen Boris Johnson dan Liam Fox.
Perempuan yang telah berusia 59 tahun ini juga mengatakan ia akan mengikuti jejak Cameron. Di bawah pemerintahan Cameron, pemerintah membentuk stabilitas ekonomi dan mengurangi defisit anggaran serta membantu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Tidak hanya masalah ekonomi, warisan Cameron juga terkait keadilan sosial. May mengatakan akan menyoroti pernikahan sesama jenis dan memberikan pajak lebih rendah bagi warga tidak mampu seperti yang diterapkan PM Inggris sebelumnya.
Penunjukkan May sebagai PM Inggris diraih setelah dirinya ditunjuk sebagai Ketua Partai Konservatif. Hal ini secara otomatis membuatnya menggantikan Cameron, karena Partai Konservatif adalah partai yang berkuasa di Inggris.