Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.Â
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan konsensus perpajakan internasional akan menjadi salah satu agenda prioritas Indonesia selaku Presidensi G20 pada tahun depan.
Sri Mulyani menjelaskan kesepakatan atas Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) memunculkan prinsip baru tentang pembagian laba antaryurisdiksi serta ketentuan pajak minimum global.
Prinsip baru dalam perpajakan global tersebut, utamanya minimum taxation, adalah untuk melindungi hak-hak pemajakan setiap yurisdiksi dari praktik base erosion and profit shifting (BEPS).
"Ini adalah tema yang kita, Indonesia, akan terus jalankan sebagai tema penting atau agenda prioritas," katanya, Minggu (31/10/2021).
Untuk diketahui, proposal Pilar 1 dan Pilar 2 telah disepakati oleh 136 dari 140 negara-negara anggota Inclusive Framework pada 8 Oktober 2021.
Melalui Pilar 1, yurisdiksi pasar akan mendapatkan hak pemajakan sebesar 25% dari residual profit korporasi multinasional. Pilar 1 berlaku atas korporasi multinasional dengan profitabilitas di atas 10% dan omzet global di atas EUR20 miliar per tahun.
Pada Pilar 2, yurisdiksi-yurisdiksi anggota Inclusive Framework sepakat untuk memberlakukan pajak korporasi minimum global dengan tarif sebesar 15% khusus untuk korporasi multinasional dengan pendapatan global di atas EUR750 juta.
Tahun depan, negara-negara Inclusive Framework berkomitmen untuk menandatangani multilateral convention (MLC) dan multilateral instrument (MLI) yang dibutuhkan untuk melaksanakan amount A Pilar 1 dan subject to tax rule (STTR) Pilar 2.
Bila MLC dan MLI benar-benar ditandatangani negara-negara Inclusive Framework pada pertengahan tahun depan, solusi 2 pilar ditargetkan dapat diimplementasikan pada 2023. (rig)