INSENTIF MOBIL LISTRIK

Soal Mobil Listrik, Ini Insentif Permintaan Inalum

Dian Kurniati | Minggu, 14 Februari 2021 | 16:01 WIB
Soal Mobil Listrik, Ini Insentif Permintaan Inalum

Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum (Persero) Orias Petrus Moedak. (Foto: Youtube Ditjen Minerba ESDM)

JAKARTA, DDTCNews - Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum (Persero) Orias Petrus Moedak meminta insentif berupa royalti 0% pada pengolahan nikel kadar rendah sebagai insentif produksi mobil listrik.

Orias mengatakan royalti 0% itu untuk mendorong industri memproduksi baterai yang dibutuhkan mobil listrik. Dia ingin nikel kadar rendah memperoleh insentif yang sama seperti batu bara, yang dikenakan royalti 0% melalui UU Cipta Kerja.

"Untuk batu bara, izin produksinya [royalti] nol, sudah ada. Tapi apa ini akan berlaku untuk nikel kadar rendah?" katanya dalam sebuah webinar, Kamis (11/2/2021).

Baca Juga:
Gara-Gara Insentif Pajak Mobil Listrik, AS Digugat China ke WTO

Orias mengatakan selama ini nikel kadar rendah hanya dinilai sebagai logam ikutan. Seiring dengan rencana pemerintah mendorong produksi mobil listrik, pamor nikel kadar rendah naik karena menjadi salah satu bahan baterainya.

Menurutnya, insentif untuk nikel kadar rendah itu perlu masuk ke dalam kebijakan minerba di Indonesia. Jika ada insentif berupa royalti 0%, Orias memprediksi beberapa produsen akan ikut memproduksi mobil listrik.

Sementara saat ini, pemerintah menugaskan 4 BUMN untuk mengembangkan industri baterai untuk mobil listrik. BUMN itu yakni Inalum, PT Aneka Tambang Tbk, PT Pertamina (Persero), serta PT PLN (Persero). "[Ketentuan] iuran produksi dan lain-lain perlu disesuaikan," ujarnya.

Baca Juga:
Negara Ini Siapkan Insentif Pajak untuk Impor Mobil Listrik

Saat ini, ketentuan royalti pemanfaatan nikel kadar rendah tertuang dalam PP No. 81/2019. Untuk nikel, pemerintah mengelompokkannya ke dalam 3 kategori, yakni bijih nikel, produk nikel hasil pemurnian, serta windfall profit untuk harga nickel matte di atas US$ 21.000 per ton.

Royalti bijih nikel ditetapkan 10% dari harga jual per ton, sementara royalti produk nikel hasil pemurnian bervariasi antara 1,5% hingga 5% dari harga jual per ton. Adapun royalti untuk windfall profit harga nickel matte sebesar 1,0% dari harga jual per ton.

Selain soal royalti, Orias juga meminta pemerintah memberikan kepastian mengenai pengembalian biaya investasi ketika BUMN menjalankan penugasan. Misalnya, penugasan untuk melakukan penyelidikan, penelitian, atau penyiapan suatu wilayah kerja pertambahan.

"Pas waktu sudah dapat datanya dan diserahkan ke Kementerian, apabila bukan kami yang melanjutkan, tentu ada pengembalian investasi yang wajar lah," imbuhnya. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 27 Maret 2024 | 10:00 WIB SENGKETA PAJAK

Gara-Gara Insentif Pajak Mobil Listrik, AS Digugat China ke WTO

Minggu, 10 Maret 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal Rencana Insentif Pajak Mobil Hybrid, Begini Kata Menperin

Rabu, 06 Maret 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pembiayaan Kendaraan Listrik Belum Optimal, OJK Ungkap Penyebabnya

BERITA PILIHAN