BERITA PAJAK HARI INI

Skema Insentif Pajak di Negara Tetangga Jadi Pertimbangan DJP

Redaksi DDTCNews
Rabu, 11 Desember 2024 | 09.13 WIB
Skema Insentif Pajak di Negara Tetangga Jadi Pertimbangan DJP

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah masih menyusun skema insentif pajak guna mengantisipasi penerapan pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15% pada tahun depan. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (11/12/2024).

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan Indonesia akan merevisi insentif pajak yang berlaku dengan memperhatikan insentif-insentif yang diberlakukan oleh negara tetangga.

"Ini adalah hal-hal yang dipertimbangkan oleh DJP sebelum regulasi terkait dengan Pilar 2 tersebut diimplementasikan mulai tahun depan," katanya.

Contoh, Thailand memangkas fasilitas tax holiday dari pembebasan pajak sebesar 100% menjadi tinggal 50% sebagai respons atas pemberlakukan income inclusion rule (IIR) dan qualified domestic top-up tax (QDMTT) pada tahun depan.

Bagi wajib pajak yang sudah memanfaatkan tax holiday sejak sebelum berlakunya pajak minimum global, jangka waktu pemanfaatan tax holiday ditambah sebanyak 2 kali dari jangka waktu yang tersisa maksimal selama 10 tahun.

Selanjutnya, Singapura juga menawarkan qualified refundable tax credit (QRTC) sebagai insentif baru di tengah pemberlakukan IIR dan QDMTT pada tahun depan.

Perlu diketahui, QRTC adalah fasilitas kredit pajak yang mengurangi nilai pajak terutang dari entitas grup perusahaan multinasional yang tercakup dalam GloBE.

Kredit pajak dikategorikan sebagai QRTC jika sisa kredit pajak dikembalikan dalam bentuk kas atau setara kas dalam jangka waktu 4 tahun.

Dalam Pilar 2, QRTC diperlakukan sebagai penambah GloBE income, bukan pengurang covered taxed. Dengan demikian, pemberian insentif berupa QRTC akan memberikan dampak yang minim terhadap effective tax rate.

Kemudian, Vietnam memberikan insentif baru berupa cash grant sebagai respons atas pemberlakuan IIR dan QDMTT sejak 2024.

Selain penyesuaian skema insentif pajak, ada pula ulasan terkait dengan penerapan rencana aksi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Ada juga bahasan mengenai pajak alat berat yang berlaku tahun depan dan penerapan PPN.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

WP Badan yang Tak Tercakup GLoBE Tetap Nikmati Tax Holiday

Pemerintah meminta investor untuk tidak ragu menanamkan modal di Indonesia meski ada rencana implementasi pajak minimum global berdasarkan Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) mulai tahun depan.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan tidak semua wajib pajak badan akan terdampak ketentuan pajak minimum global. Apabila tidak memenuhi kriteria GloBE, wajib pajak badan tersebut masih tetap bisa menikmati fasilitas pajak seperti tax holiday.

"Pemerintah sedang melihat bagaimana implementing regulation-nya karena itu sebetulnya dikenakan untuk multinasional," katanya. (DDTCNews)

Pandangan Asosiasi atas Pajak Alat Berat yang Berlaku Tahun Depan

Ketua Umum Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI) Yushi Sandidarma menilai pemberlakuan pajak alat berat (PAB) akan menambah beban bagi para pelanggan alat berat.

“Pelanggan alat berat saat ini masih bingung terhadap aturan tersebut,” kata Yushi, Selasa (10/12).

Sebagai informasi, PAB merupakan kebijakan yang tertuang dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (HKPD), yang kemudian diikuti oleh Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda). (Kontan)

Pengembalian Deposit Pajak Tak Bakal Diperiksa

Wajib pajak akan dapat mengajukan pengembalian atas deposit pajak yang tidak digunakan tanpa perlu melewati proses pemeriksaan seiring dengan diimplementasikannya coretax administration system.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti menjelaskan pengembalian deposit pajak tidak melewati pemeriksaan karena menggunakan skema pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

“Deposit pajak ketika sudah masuk bisa di-refund kembali. Karena deposit pajak ini sistemnya belum terikat dengan jenis pajak apapun maka pengembaliannya pun menggunakan skema pengembalian pajak yang tidak seharusnya terutang,” katanya. (DDTCNews)

Kenaikan PPN 12% Momentum Pemerintah Belanjakan Uang Pajak Lebih Bijak

Kenaikan tarif PPN dinilai menjadi momentum yang baik bagi pemerintah untuk membenahi penggunaan uang pajak.

Founder DDTC Darussalam mengatakan kenaikan tarif PPN berarti menambah beban pajak pada masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah dapat mempertukarkan kebijakan kenaikan tarif PPN ini dengan komitmen membelanjakan uang pajak secara lebih bijak.

"Kenaikan tarif PPN ini seharusnya dapat dipertukarkan dengan narasi masyarakat yang menuntut penggunaan uang pajak secara bijak. Dengan kenaikan tarif, kita juga ingin pemerintah menggunakan uang pajak dengan bijak," ujarnya. (DDTCNews)

DJP Sebut Indonesia Sudah Terapkan 12 dari 15 Rencana Aksi BEPS

DJP menyatakan telah mengimplementasikan 12 dari total 15 rencana aksi yang termuat dalam Action Plan on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Rencana aksi yang belum diimplementasikan oleh Indonesia antara lain BEPS Action 1: Addressing the Tax Challenges of the Digital Economy, BEPS Action 11: Measuring and Monitoring BEPS, dan BEPS Action 12: Mandatory Disclosure Rules.

"Indonesia belum mengimplementasikan BEPS Action 1. Namun, kita akan mengadopsi Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) sebagai bagian dari penerapan BEPS Action 1," kata Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.