RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Perbedaan Tarif Royalti yang Menyebabkan Kurang Bayar

Hamida Amri Safarina | Jumat, 06 Agustus 2021 | 16:31 WIB
Sengketa Perbedaan Tarif Royalti yang Menyebabkan Kurang Bayar

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai perbedaan tarif royalti yang menyebabkan kurang bayar. Perlu dipahami, wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa peledakan pertambangan.

Dalam perkara ini, wajib pajak telah melakukan transaksi pemanfaatan know-how, patent, trademark, dan software application yang dimiliki perusahaan berkedudukan di Australia (X Co).

Adapun terhadap pemanfaatan pemanfaatan know-how, patent, trademark, dan software application tersebut harus dikenakan PPh Pasal 26 atas royalti. Penetapan tarif pajak tersebut dilakukan berdasarkan pada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia dan Australia.

Baca Juga:
IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Otoritas pajak melakukan koreksi karena terdapat PPh Pasal 26 atas royalti yang masih kurang dibayarkan wajib pajak. Kekurangan pembayaran tersebut dikarenakan wajib pajak tidak benar dalam menetapkan besaran tarif pajaknya tersebut. Dalam konteks ini, otoritas pajak berpendapat tarif PPh Pasal 26 atas royalti seharusnya ditetapkan sebesar 15%.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pemanfaatan pengetahuan komersial dan pemahaman, perangkat lunak, dan pencantuman logo dikenakan tarif PPh Pasal 26 atas royalti sebesar 10%.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Baca Juga:
Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak telah memanfaatkan know-how yang dimiliki X Co.

Dalam usaha wajib pajak, know-how tersebut digunakan untuk menghasilkan unit produksi massal yang kemudian digunakan untuk memberikan jasa peledakan kepada pelanggannya. Terhadap pemanfaatan know-how tersebut, wajib pajak wajib membayar royalti kepada X Co.

Baca Juga:
Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Berdasarkan pada fakta dalam persidangan serta penelitian atas dokumen dan keterangan para pihak, wajib pajak telah terbukti menyerahkan certificate of residency yang masih berlaku dan dikeluarkan lembaga yang berwenang di Australia.

Mengacu pada certificate of residency, pihak X Co benar-benar berdomisili di Australia. Dengan demikian, besaran tarif royalti terhadap transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan X Co ditetapkan berdasarkan pada P3B Indonesia dan Australia, yakni sebesar 10%.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 57695/PP/M.IIA/13/2014 pada 25 November 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 9 Maret 2015.

Baca Juga:
DJP Terus Gali Potensi Pajak Fintech atas Bunga Pinjaman P2P Lending

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai dengan September 2008 senilai Rp628.300.678 yang tidak dapat dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK terbukti telah melakukan transaksi pemanfaatan know-how, patent, trademark, dan software application yang dimiliki X Co. Adapun terhadap pemanfaatan pemanfaatan know-how, patent, trademark, dan software application tersebut harus dikenakan PPh Pasal 26 atas royalti.

Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat PPh Pasal 26 atas royalti yang masih kurang dibayarkan oleh Termohon PK. Kekurangan pembayaran pajak tersebut disebabkan karena Termohon PK tidak benar dalam menetapkan besaran tarif pajaknya tersebut. Dalam konteks ini, Pemohon PK berpendapat tarif pajak atas royalti seharusnya ditetapkan sebesar 15% sesuai dengan P3B Indonesia dan Australia.

Baca Juga:
Ingat! IKH Online Sudah Bisa Digunakan Mulai 12 April 2024

Termohon PK menyatakan keberatan atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Perlu dipahami, Termohon PK merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa peledakan pertambangan. Jasa peledakan yang disediakan Termohon PK dapat dibagi menjadi tiga, yakni penyiapan lubang peledakan (down the hole), penyampuran bahan peledak (mixing fee), dan persiapan peledakan (blasting).

Untuk menunjang usaha tersebut, Termohon PK membutuhkan know-how, patent, trademark, dan software application yang dimiliki X Co. Dalam explosives technology license agreement yang disepakati Termohon PK dan X Co, pihak Termohon dapat memanfaatkan pengetahuan komersial dan pemahaman, perangkat lunak, dan pencantuman logo dari know-how untuk melaksankaan peledakan.

Pemanfaatan know-how, patent, trademark, dan software application merupakan satu-kesatuan proses yang digunakan untuk membantu jasa peledakan Termohon PK. Berdasarkan pada P3B Indonesia dan Australia, pemanfaatan pengetahuan komersial dan pemahaman, perangkat lunak, dan pencantuman logo dikenakan tarif PPh Pasal 26 atas royalti sebesar 10%. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai tidak benar dan harus dibatalkan.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai dengan September 2008 sebesar Rp628.300.678 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, penyelesaian sengketa ini harus berdasarkan pada P3B antara Indonesia dan Australia. Berdasarkan pada P3B tersebut, penetapan besaran tarif atas royalti ialah 10%. Penggunaan tarif sebesar 15% dinilai tidak berdasar. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 12 April 2024 | 14:30 WIB PENGADILAN PAJAK

IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Jumat, 12 April 2024 | 08:00 WIB PENGADILAN PAJAK

Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Rabu, 10 April 2024 | 12:30 WIB IZIN KUASA HUKUM

Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Rabu, 10 April 2024 | 11:30 WIB DIGITALISASI EKONOMI

DJP Terus Gali Potensi Pajak Fintech atas Bunga Pinjaman P2P Lending

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M