RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pembelian Material Sebagai Objek PPh Pasal 23

Vallencia | Minggu, 08 Mei 2022 | 14:30 WIB
Sengketa Pembelian Material Sebagai Objek PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) terhadap pembelian material yang dinilai termasuk objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 23.

Otoritas pajak menemukan adanya objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong wajib pajak, yaitu transaksi pembelian material. Penemuan ini didapatkan otoritas pajak berdasarkan pada hasil ekualisasi antara nilai PPh Pasal 23 dengan DPP PPN masukan yang telah dilaporkan wajib pajak.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan pendapat otoritas pajak. Wajib pajak menilai pembelian material tidak termasuk objek pemotongan PPh Pasal 23. Dengan demikian, wajib pajak tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas pembelian material.

Baca Juga:
IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau perpajakan.id.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat transaksi pembelian material bukan merupakan objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Namun, Hakim Pengadilan Pajak berkeyakinan koreksi objek PPh Pasal 23 atas pembayaran jasa tetap dapat dipertahankan. Alasannya, pembayaran jasa termasuk dalam objek pemotongan PPh Pasal 23.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put.50596/PP/M.IIIA/12/2014 tanggal 14 Maret 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 10 Juni 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif DPP PPh Pasal 23 masa pajak Maret 2009 senilai Rp7.574.460 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa periklanan. Adapun lingkup pekerjaan Termohon PK didasarkan pada perjanjian kerja atau kontrak dengan pengguna jasa.

Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan pada hasil ekualisasi antara objek PPh Pasal 23 dengan DPP PPN masukan. Berdasarkan hasil ekualisasi tersebut, diketahui terdapat objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong, yaitu pembelian material. Padahal, menurut Pemohon PK, pembelian material merupakan objek PPh Pasal 23.

Sebagai tambahan, dalam proses penyelesaian keberatan, Termohon PK telah menunjukkan itikad tidak baik. Itikad tidak baik dapat dilihat dari tindakan Termohon PK yang tidak menyerahkan dokumen yang diminta oleh Pemohon PK. Adapun fakta ini tercantum dalam Surat No. BA1/WPJ.19/BD.05/2012.

Baca Juga:
DJP Terus Gali Potensi Pajak Fintech atas Bunga Pinjaman P2P Lending

Tidak hanya itu, Termohon PK juga tidak hadir untuk memberikan tanggapan terkait hasil penelitian keberatan sebagaimana tertulis dalam berita acara No. BA-55/WPJ.19/BD.05/2012. Berdasarkan pada pertimbangan tersebut, Pemohon PK menilai biaya jasa dan pembelian material termasuk dalam objek PPh Pasal 23.

Sebaliknya, Termohon PK tidak sependapat dengan pernyataan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan benar. Menurut Termohon PK, transaksi pembelian material tidak termasuk dalam objek pemotongan PPh Pasal 23.

Pernyataan tersebut didukung dengan sejumlah bukti pendukung. Bukti pendukung tersebut antara lain berupa dokumen invoice, purchased order, penerimaan barang pembelian, rekening koran, dan faktur pajak. Oleh sebab itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Ingat! IKH Online Sudah Bisa Digunakan Mulai 12 April 2024

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 23 senilai Rp7.574.460 tidak dapat dipertahankan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, koreksi DPP PPh Pasal 23 tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Termohon PK dapat membuktikan pendapatnya dengan menunjukkan dokumen pendukung yang memadai dan telah ditindaklanjuti dengan uji bukti.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 12 April 2024 | 14:30 WIB PENGADILAN PAJAK

IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Jumat, 12 April 2024 | 08:00 WIB PENGADILAN PAJAK

Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Rabu, 10 April 2024 | 12:30 WIB IZIN KUASA HUKUM

Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Rabu, 10 April 2024 | 11:30 WIB DIGITALISASI EKONOMI

DJP Terus Gali Potensi Pajak Fintech atas Bunga Pinjaman P2P Lending

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Pemprov Kaltim Atur Ulang Ketentuan Pajak Daerah, Ini Perinciannya

Jumat, 19 April 2024 | 10:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Jelang Deadline, DJP Ingatkan WP Segera Sampaikan SPT Tahunan Badan

Jumat, 19 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara Masuk Draf RKP 2025

Jumat, 19 April 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Kebijakan DHE, Airlangga Klaim Nilai Tukar Rupiah Masih Terkendali

Jumat, 19 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Begini Imbauan Ditjen Pajak soal Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan

Jumat, 19 April 2024 | 07:30 WIB LITERATUR PAJAK

Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc