JAKARTA, DDTCNews - Rapat Paripurna DPR resmi menyetujui RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (20/11/2024).
Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan RUU Pengampunan Pajak tersebut diperuntukkan untuk memberikan kesempatan bagi wajib pajak dalam menebus kesalahan-kesalahannya pada masa lalu.
"Kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan pada masa lalu untuk diberikan sebuah program. Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni. Maka, tax amnesty ini salah satu jalan keluar," katanya.
Selain itu, lanjut Misbakhun, RUU Pengampunan Pajak juga merupakan upaya untuk mengamankan visi dan misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Apabila tax amnesty menjadi bagian dari visi dan misi tersebut maka RUU terkait program tersebut perlu disiapkan.
"Visi misi pemerintahan baru harus kita amankan. Kalau memang ada tax amnesty, ya kita harus jaga. Namanya amnesty ini kita bayangkan dalam konteks program yang reguler," ujarnya.
Seperti diketahui, daftar prolegnas 2025-2029 dan RUU prioritas 2025 telah disetujui dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (19/11/2024).
Saat menyampaikan laporan, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Bob Hasan mengatakan Prolegnas 2025-2029 mencakup 176 RUU beserta 5 daftar RUU kumulatif terbuka. Sebanyak 41 RUU beserta 5 daftar RUU kumulatif terbuka masuk Prolegnas Prioritas 2025.
Selain pengesahan daftar Prolegnas 2025-2029 dan RUU Prioritas 2025, ada pula ulasan mengenai wacana kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Ada juga bahasan terkait dengan RUU tentang Perubahan atas UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan RUU Pengampunan Pajak kemungkinan besar akan mulai dibahas bersama pemerintah pada tahun depan. Harapannya, tahun pajak pemberian tax amnesty dapat disepakati.
"Menurut saya sebaiknya pada 2025, karena cut off-nya tax amnesty itu pada 2024. Sehingga ke depannya kita sudah membersihkan hati kita masing-masing untuk urusan sektor pajak," katanya.
Misbakhun menambahkan DPR saat ini belum menyusun substansi dari RUU Pengampunan Pajak. Namun yang pasti, naskah akademik dan draf RUU Pengampunan Pajak tersebut akan disiapkan oleh Komisi XI. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Prolegnas 2025-2029 yang disepakati oleh pemerintah dan Baleg DPR turut memuat beberapa RUU terkait dengan perpajakan. Salah satunya ialah menyusun RUU tentang Perubahan atas UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Selain itu, DPR juga akan merevisi UU 9/2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Nanti, naskah akademik untuk kedua RUU tersebut akan disiapkan oleh DPR.
Selain DPR, DPD juga mengusulkan 1 rancangan undang-undang terkait dengan perpajakan, yaitu RUU tentang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Naskah akademik dan draf RUU tersebut akan disiapkan oleh DPD. (DDTCNews)
Pemerintah menggelar sosialisasi mengenai sasaran rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia sebesar 18%-22% pada 2045 sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy mengatakan tax ratio perlu terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Untuk mencapai target tersebut, lanjutnya, perlu ada dorongan yang signifikan, baik dari aspek kebijakan maupun administrasi.
"Menjaga stabilitas ekonomi makro, rasio penerimaan perpajakan diharapkan mencapai target tax ratio 2045 antara 18%-20% dari PDB kita," katanya. (DDTCNews/Kontan)
Rencana menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 2025 menjadi hal yang dilematis. Hal ini dikarenakan dampak positif berupa tambahan penerimaan pajak dinilai tidak sebanding dengan imbas negatifnya terhadap konsumsi masyarakat.
Menurut Ketua Umum Afiliasi Global Retail Indonesia (AGRA) Roy Nicholas Mandey, kemerosotan daya beli masyarakat dapat mendorong pedagang ritel mengurangi pesanan barang. Pada gilirannya, kondisi tersebut bisa berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kalau produsen sedikit menerima pesanan karena konsumsi kurang, berarti mereka akan mengurangi lagi tenaga kerja,” tuturnya. (Bisnis Indonesia)
Kehadiran coretax administration system bakal menambah opsi pembayaran pajak terutang. Selain menggunakan kode billing, penyetoran pajak juga bisa dilakukan melalui deposit pajak. Meski begitu, wajib pajak tidak bisa menggunakan kedua opsi pembayaran pajak secara sekaligus.
Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jawa Timur III Siti Rahayu menjelaskan pembayaran pajak hanya dapat dilakukan melalui salah satu dari kedua pilihan tersebut, baik kode billing atau deposit pajak.
“Pembayaran pajak tidak bisa setengah-setengah. Tidak bisa sebagian billing sebagian deposit,” ujarnya. (DDTCNews)
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024 turut memperbarui ketentuan terkait dengan tata cara pendaftaran warisan belum terbagi oleh wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan, tetapi belum memiliki NPWP.
Berdasarkan pasal 32 ayat (2) PMK 81/2024, apabila wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan belum memiliki NPWP dan dari warisan tersebut diterima atau diperoleh penghasilan maka wakil dari wajib pajak warisan belum terbagi wajib mendaftarkan warisan belum terbagi pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang pribadi yang meninggalkan warisan untuk memperoleh NPWP.
Selain itu, wakil dari wajib pajak warisan belum terbagi tersebut diharuskan untuk melaporkan tempat kegiatan usaha warisan belum terbagi ke KPP tempat wajib pajak terdaftar untuk memperoleh nomor identitas tempat kegiatan usaha bagi setiap tempat kegiatan usaha. (DDTCNews)