Ilustrasi. (Foto: nmpoliticalreport.com)
JAKARTA, DDTCNews - Upaya penegakan hukum kembali dilakukan Ditjen Pajak (DJP). Kali ini Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Sumatra Utara I mengirim berkas perkara penerbit faktur pajak fiktif ke pengadilan.
Kepala Kanwil DJP Sumut I Max Darmawan mengatakan penerbit faktur pajak fiktif dilakukan oleh tersangka ASM. Kasus tersebut telah disidik oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil DJP Sumut I sejak November 2019.
"Berkas sudah lengkap. Saat ini tersangka ASM sudah berada di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta," katanya dalam keterangan resmi di laman DJP, seperti dikutip Kamis (10/12/2020).
Max menerangkan berkas perkara tersangka sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Tinggi Sumut. Perkara selanjutnya akan disidangkan di Pengadilan Negeri Medan.
Adapun tersangka dijerat dengan Pasal 39A huruf a dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf d UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan karena dengan sengaja menerbitkan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Sumut I Wahyu Widodo menerangkan aksi TSM menerbitkan faktur pajak fiktif sudah dilakukan pada periode Juli 2013 sampai Desember 2015.
Tersangka melakukan aksinya karena menjadi penanggung jawab CV CI sebagai pengusaha kena pajak dan diduga telah merugikan negara Rp3,3 miliar. Atas tindakannya tersebut sudah menanti ancaman pidana kurungan penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun.
Selain itu, tersangka wajib membayar denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dalam faktur pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti potong atau bukti setoran pajak.
Wahyu menegaskan upaya penegakan hukum ini diharapkan menimbulkan rasa keadilan bagi wajib pajak yang sudah patuh. Kemudian menciptakan efek jera agar pelanggaran hukum perpajakan tidak terjadi lagi di masa depan.
"Jadi apabila itu dilakukan dengan sengaja, dan dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perpajakan. Seperti kasus di atas," imbuhnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.