Yusuf Akhmadi,
PENERIMAAN pajak 2023 mencatatkan performa prima dan melengkapi hattrick yang dicapai Ditjen Pajak (DJP). Kinerja tersebut akan menjadi fondasi yang menopang peluncuran pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) pada pertengahan 2024.
Salah satu fitur SIAP adalah integrasi basis data internal Kementerian Keuangan dan eksternal. Saat informasi dalam negeri telah terkonsolidasi dalam SIAP, muncul pertanyaan bagaimana DJP mengonsolidasikan informasi wajib pajak yang bersumber dari luar negeri pasca-implementasi SIAP?
Pertukaran informasi perpajakan internasional (Exchange of Information/EOI) merupakan kerangka kerja (framework) yang digunakan DJP untuk menjembatani kebutuhan akses informasi wajib pajak dari luar negeri serta mengatasi praktik penghindaran dan pengelakan pajak internasional.
Menurut Beer et al. (2019), pelaksanaan EOI mampu menurunkan tingkat penghindaran pajak sebesar 25% yang diproksikan oleh penurunan simpanan asing (offshore deposit) di yurisdiksi asing. Lebih lanjut, menurut laporan Asia Initiative (2023), pelaksanaan EOI berhasil menyumbang tambahan penerimaan pajak pada negara-negara di Asia sejumlah €20,1 miliar selama periode 2018-2023.
EOI memainkan peran kunci dalam mewujudkan transparansi perpajakan. Dalam Cooperative Compliance Report (OECD, 2013a) disebutkan transparansi merupakan komponen penting dalam mewujudkan kepatuhan perpajakan sukarela.
Menurut studi Stiglingh et al. (2020), terdapat keterkaitan negatif antara transparansi perpajakan dan praktik penghindaran perpajakan. Menurut Kerr (2018), transparansi informasi keuangan merupakan instrumen penting bagi otoritas untuk menghadapi penghindaran pajak.
Dalam publikasi Purba & Tran (2018), keikutsertaan Indonesia dalam BEPS Action Plan OECD terindikasi memengaruhi persepsi perusahaan multinasional yang berakibat pada penurunan praktik pergeseran laba (profit shiting) selama 2013-2014.
Kesadaran wajib pajak terhadap peningkatan transparansi perpajakan nyatanya memengaruhi perilaku perencanaan pajak. Dengan kesadaran atas EOI, wajib pajak akan menghitung kembali risiko deteksi dalam usaha penghindaran ataupun pengelakan pajak. Mereka pada gilirannya lebih mempertimbangkan pendekatan kepatuhan kolaboratif (cooperative compliance).
Mengingat strategisnya peran EOI dalam mewujudkan kepatuhan kolaboratif, penting bagi DJP untuk membumikan EOI bukan hanya secara internal, melainkan juga secara ekternal kepada wajib pajak. Dalam hal ini, membumikan EOI berarti menjadikan wajib pajak menyadari dan memahami dampak pelaksanaan EOI terhadap hak dan kewajiban perpajakannya.
LANDASAN hukum pelaksanan EOI terbagi menjadi 2, yakni landasan hukum internasional dan domestik. Landasan hukum internasional didasarkan pada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), perjanjian pertukaran informasi perpajakan, konvensi bantuan administratif bersama di bidang perpajakan, dan perjanjian bilateral/multilateral lainnya.
Landasan hukum domestik antara lain UU PPh jo. UU HPP, Perpu 1/2017 jo. UU 9 /2017, dan PMK 39/2017. Usulan dan penerimaan EOI hanya dapat dilakukan antarpejabat berwenang (Competent Authority/CA) Indonesia dan yurisdiksi mitra.
Di Indonesia, CA diwakili oleh menteri keuangan, direktur jenderal pajak, dan direktur perpajakan internasional. DJP memiliki unit khusus yang mengampu pelaksanaan EOI, yakni Subdirektorat Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional.
Secara umum, terdapat 3 jenis EOI yang dapat dilakukan oleh DJP. Pertama, pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/ AEOI). AEOI adalah pertukaran informasi perpajakan internasional yang dilaksanakan pada waktu tertentu secara sistematis dan berkesinambungan.
Ketentuan pelaksanaan AEOI dituangkan dalam PER 29/2017, PER 04/2018, SE 12/2019, SE 38/2019 dan SE 39/2019. Terdapat 3 jenis informasi yang dipertukaran dalam AEOI, yakni informasi keuangan, informasi pemotongan pajak, dan Country-by-Country Report (CbCR). Informasi hasil pertukaran AEOI dikonsolidasikan dalam SIAP.
Kedua, pertukaran informasi berdasarkan permintaan (Exchange of Information by Request/ EOIR). Dalam EOIR, pertukaran informasi perpajakan internasional dilakukan berdasarkan pada permintaan kepada yurisdiksi mitra.
Pedoman pelaksanaan EOIR dituangkan dalam PER 28/2017 dan SE 09/2018. Informasi yang dapat dipertukarkan dalam EOIR antara lain informasi identitas, kepemilikan legal dan pemilik manfaat (beneficial ownership), informasi keuangan, dan informasi perbankan.
Ketiga, pertukaran informasi secara spontan (Spontaneous Exchange of Information/ SEOI). SEOI merupakan pertukaran informasi yang dilakukan secara langsung tanpa melalui permintaan dari yurisdiksi mitra, yang berkaitan dengan informasi yang dinilai relevan untuk kepentingan perpajakan yurisdiksi mitra.
Ketentuan pelaksanaan SEOI diatur dalam PER 24/2018 dan SE 15/2019. Informasi yang dipertukarkan dalam SEOI antara lain informasi transaksi atau kegiatan wajib pajak, informasi kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA) yang bersifat unilateral, dan informasi pemberian fasilitas perpajakan yang dimaksud oleh Forum on Harmful Tax Practice (FHTP).
Era baru perpajakan ditandai dengan bergesernya kepatuhan terpaksa (enforced compliance) menjadi kepatuhan kolaboratif (cooperative compliance). Dengan membumikan EOI, wajib pajak dapat menyadari adanya transparansi perpajakan internasional dan mempertimbangkan transisi menuju kepatuhan kolaboratif yang berkelanjutan.
* Artikel opini ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.