Pertanyaan:
SAYA saat ini bekerja sebagai manajer pajak perusahan di Jakarta. Perusahaan kami bergerak dalam bidang penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1/2020, perusahaan kami termasuk ke dalam definisi penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), yang wajib memungut, menyetor dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak (JKP) dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean apabila ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Pertanyaannya, apabila perusahaan kami ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, hal-hal apa saja yang perlu kami lakukan? Mohon penjelasannya, terima kasih.
Irwan, Jakarta.
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Irwan atas pertanyaannya. Penunjukan sebagai pemungut PPN PMSE telah diatur dalam aturan pelaksanaan Perpu 1/2020. Sebagai informasi, Perpu 1/2020 telah ditetapkan sebagai undang-undang (UU) melalui UU 2/2020.
Salah satu aturan pelaksaan tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui PMSE (PMK 48/2020). PMK ini akan berlaku mulai 1 Juli 2020.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PMK 48/2020, PPN dikenakan atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE, yang dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh pelaku usaha PMSE yang ditunjuk oleh Menteri.
Selanjutnya, Pasal 2 ayat (4) PMK 48/2020 mengatur bahwa dalam hal PPMSE dalam negeri digunakan untuk bertransaksi pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, PPMSE dalam negeri wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN tersebut, apabila ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPN PMSE.
Apabila perusahaan bapak ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, yang pertama perlu diketahui adalah besaran PPN yang harus dipungut dan saat pemungutannya. Sesuai Pasal 6 PMK 48/2020, PPN yang harus dipungut oleh pemungut PPN PMSE adalah 10% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP). DPP yang dimaksud yaitu nilai berupa uang yang dibayar oleh pembeli barang dan/atau penerima jasa, yang dipungut pada saat pembayaran oleh pembeli barang dan/atau penerima jasa tersebut.
Kemudian, Pasal 7 PMK 48/2020 mengatur bahwa pemungut PPN PMSE membuat bukti pungut PPN atas PPN yang telah dipungut. Bukti pungut PPN tersebut dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis, yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran. Bukti pungut PPN tersebut merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dan dibuat berdasarkan pedoman yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak.
Selanjutnya, sesuai Pasal 8 PMK 48/2020, pemungut PPN PMSE wajib menyetorkan PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) untuk setiap masa pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Penyetoran PPN yang dipungut dilakukan secara elektronik ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan mengenai penyetoran pajak secara elektronik.
Pemungut PPN PMSE dapat melakukan penyetoran PPN yang dipungut dengan menggunakan:
Kemudian, PPN yang telah dipungut wajib dilaporkan secara triwulanan untuk periode tiga masa pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir. Laporan tersebut paling sedikit memuat jumlah pembeli barang dan/atau penerima jasa, jumlah pembayaran, jumlah PPN yang dipungut, dan jumlah PPN yang telah disetor untuk setiap masa pajak. Laporan tersebut berbentuk elektronik dan disampaikan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Ditjen Pajak (DJP).
Di samping laporan triwulanan, Dirjen Pajak dapat meminta pemungut PPN PMSE untuk menyampaikan laporan rincian transaksi PPN yang dipungut setiap periode satu tahun kalender. Laporan rincian transaksi paling sedikit memuat nomor dan tanggal bukti pungut PPN, jumlah pembayaran, jumlah PPN yang dipungut, dan nama dan NPWP pembeli barang dan/atau penerima jasa dalam hal bukti pungut PPN mencantumkan NPWP tersebut.
Sama halnya seperti laporan pemungutan PPN triwulanan, laporan rincian transaksi PPN juga berbentuk elektronik dan disampaikan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP. Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.