KONSULTASI PAJAK

Bayar Jasa IHT dari Trainer Orang Pribadi, Apakah Dipotong PPh?

Redaksi DDTCNews
Kamis, 09 November 2023 | 16.58 WIB
ddtc-loaderBayar Jasa IHT dari Trainer Orang Pribadi, Apakah Dipotong PPh?
DDTC Fiscal Research & Advisory.

Pertanyaan:

PERKENALKAN, saya Markus. Saya adalah staf human capital salah satu perusahaan yang bergerak pada bidang otomotif. Perusahaan kami berencana untuk melakukan in-house training (IHT) dengan mendatangkan trainer. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas serta skill dari karyawan.

IHT ini akan diadakan satu kali setahun. IHT akan diisi oleh trainer orang pribadi. Pertanyaan saya, bagaimana perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas pembayaran jasa IHT kepada trainer orang pribadi tersebut? Mohon jawabannya. Terima kasih

Markus, Jakarta.

Jawaban:

TERIMA kasih atas pertanyaannya, Bapak Markus. Pada dasarnya atas penghasilan sehubungan dengan jasa merupakan objek PPh. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, yaitu:

“(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

  1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;

Berkaitan dengan penghasilan jasa trainer yang diberikan oleh orang pribadi, kita dapat merujuk pada ketentuan Pasal 21 UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP yang mengatur mengenai pemotongan PPh atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi.

Pasal 21 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP memuat ketentuan sebagai berikut:

“(1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:

  1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;”

Hal ini kemudian diperjelas dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi yang berbunyi sebagai berikut:

“(1) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:

  1. mbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;”.

Dengan demikian, berdasarkan pada aturan di atas, penghasilan yang diterima oleh trainer sehubungan dengan jasa IHT yang diberikan dapat dikategorikan sebagai penghasilan kepada bukan pegawai.

Adapun pengertian dari penghasilan bukan pegawai dijelaskan dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi (PER-16/2016), yaitu:

“12. Penerima penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.”

Imbalan yang diberikan kepada bukan pegawai dapat berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan sejenis lainnya. Oleh karena pembayaran jasa IHT kepada trainer orang pribadi hanya dilakukan satu kali setahun maka atas penghasilan tersebut bersifat tidak berkesinambungan.

Merujuk pada ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c PER-16/2016, berikut ini adalah perlakuan atas perhitungan PPh Pasal 21 untuk penghasilan bukan pegawai yang bersifat tidak berkesinambungan:

Contoh Kasus:

Perusahaan Bapak menggunakan jasa IHT mengenai manajemen risiko dari seorang trainer orang pribadi bernama Tuan Alfa. Sepanjang 2023, Tuan Alfa hanya memberikan jasa IHT kepada perusahaan Bapak sebanyak satu kali. Penghasilan yang diberikan kepada Tuan Alfa senilai Rp150 juta. Berikut ini adalah perhitungan PPh Pasal 21 terutang yang harus perusahaan Bapak potong.

Dengan demikian, berdasarkan penghitungan PPh Pasal 21 di atas, penghasilan yang diterima Tuan Alfa wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Perusahaan Bapak senilai Rp5.250.000.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].

                      

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.