Ketua Tim Pelaksana Reformasi Perpajakan Suryo Utomo.
USIA Tim Pelaksana Reformasi Perpajakan sudah setahun. Beberapa agendanya sudah diselesaikan. Namun, beberapa yang lain baru akan dipetakan atau sebatas rencana. Hal ini jelas bisa dimaklumi karena luasnya gugus tugas tim ini. Namun, justru karena itu ia perlu tolok ukur yang jelas.
Apalagi, mandat ketua pelaksananya akan segera beralih ke Dirjen Pajak Robert Pakpahan. Lalu, apa saja yang sudah dihasilkan setahun ini? Bagaimana kesinambungannya nanti? Untuk mengetahui hal itu, awal Desember lalu InsideTax mewawancarai Ketua Tim Pelaksana Reformasi Perpajakan Suryo Utomo. Petikannya:
Tim Reformasi Perpajakan sudah berjalan setahun. Apa yang sudah dihasilkan?
Ada dua yang utama, yaitu reformasi kebijakan dan reformasi administrasi yang terkait dengan tata kelola. Kalau soal kebijakan, sebetulnya kami tidak bisa sendirian, pasti dengan Badan Kebijakan Fiskal, karena reformasi ini merupakan lanjutan dari program amnesti pajak dan perubahan UU Pajak.
Kalau dari sisi administratif, soal tata cara interaksi dengan wajib pajak, ini yang menjadi tolok ukurnya adalah bagaimana kami bisa kelola itu, mulai dari sumber daya manusia (SDM)-nya, proses bisnis dan organisasinya. Regulasi teknis yang tumpang tindih kita coba perbaiki secara bertahap.
Sekarang kami lagi mapping, kira-kira yang sudah tidak berlaku tetapi masih ada ya kita kurangi. Seperti pemeriksaan dan hal yang mempermudah interaksi langsung antara petugas pajak dan wajib pajak, dan kemudahan yang bisa diterapkan ke wajib pajak baru untuk menaikkan kepatuhan.
Desember ini organisasi Tim Reformasi Perpajakan sudah lebih efektif menjangkau wajib pajak, dan memang harus lebih efektif. Untuk itu, kami ciptakan mobile tax unit bagi wajib pajak yang jauh dari KPP, dan mobile tax unituntuk KPP mikro yang akan membantu fungsi pengawasan dan pelayanan.
Bagaimana mendeskripsikan reformasi pajak sekarang?
Reformasi perpajakan ini melihat dinamika ekonomi yang berubah terus, kami harus just do the change, apa lagi zaman sekarang perekonomian sudah berubah menjadi digital economy dan kami harus bisa mengantisipasi perubahan-perubahan seperti itu.
Saya pikir reformasi perpajakan sudah kita jalankan bersama sejak tahun 1983, lalu awal tahun kami jalankan dengan menyesuaikan proses bisnis. Jadi reformasi perpajakan ini adalah keniscayaan, dan Ditjen Pajak (DJP) harus selalu mengikuti kondisi yang berlangsung.
Kami berharap penerimaan pajak dan tax ratio kian meningkat melalui reformasi perpajakan, mengingat tax ratiokita masih rendah. Secara garis besar, reformasi perpajakan itu melakukan berbagai perbaikan dan pemeliharaan DJP untuk investasi masa depan.
Apa fokus Tim Reformasi Perpajakan?
Sampai akhir tahun 2017 kami harus siapkan sikap strategis, walaupun berkembang dalam perjalanannya, tapi dalam konteks penguatan SDM. Jadi, penguatan SDM harus dilakukan dan disesuaikan dengan kantor yang kita miliki.
Seperti halnya interaksi petugas DJP kepada wajib pajak yang akan lebih bagus lagi. Sebenarnya masih banyak hal yang pada tahun 2017 harus diselesaikan, sudah diatur dengan beberapa rencana. Seperti memudahkan wajib pajak dalam mendaftar, menghitung, membayar dan melapor. Kami akan meminimalisir prosedur yang dianggap tidak perlu dan menyesuaikan dengan kebutuhan.
Bagaimana dengan rencana dan target tahun depan?
Tahun depan, Tim Reformasi Perpajakan akan mencoba menaikkan penerimaan. Istilahnya, ada banyak dimensi yang diperbaiki. Kalau bicara tahun depan ya pilar reformasi tadi harus dikelola dengan baik, yaitu bagaimana membuat organisasi lebih efisien dengan keterbatasan SDM.
Kualitas dan penempatan SDM akan coba diperbaiki di KPP Madya, LTO, dan KPP Khusus yang memang menjadi prioritas. Sementara itu, KPP Pratama tugas utamanya lebih untuk meningkatkan basis pajak dan penerimaan pajak, dan tentu memberikan pelayanan yang lebih memudahkan wajib pajak. Harapan kami, dengan berbagai perbaikan tersebut, kami ingin tax ratio Indonesia naik.
Adakah strategi baru dalam menaikkan penerimaan?
Tentu kami akan maksimalkan sumberdaya yang kita miliki, juga regulasi. Setelah program amnesti pajak, kan sudah ada beberapa regulasi baru seperti PP 36 dan PMK 165. Tahun depan nanti ada regulasi AEoI. Ini semua nanti akan kami kelola dalam satu susunan.
Tujuannya untuk memastikan ada peningkatan kepatuhan wajib pajak, sehingga dengan demikian akan mendorong kenaikan penerimaan. Intinya adalah kenaikan basis pajak dan kepatuhan, melalui perbaikan administrasi pajak, penegakan hukum, serta pemanfaatan data dan informasi perpajakan.
Penegakan hukum kami jalankan sesuai dengan kondisi. Kami ini mengawasi dan memeriksa. Desember ini kami sudah tidak agresif, tapi kami menjalankan regulasi berdasarkan data yang dimiliki. Ada skala prioritas-lah, termasuk bagaimana menyikapi berbagai putusan Pengadilan Pajak.
Kalau berbicara dari segi penerimaan, kami jelas tidak bisa bekerja sendirian. Kami perlu kerja sama dengan institusi terkait seperi Kementerian atau Lembaga (K/L) lainnya yang sejalan dengan konteks reformasi perpajakan Indonesia. (Bsi)
Simak wawancara Ketua Tim Pelaksana Reformasi Perpajakan Suryo Utomo selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi khusus akhir tahun di sini.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.