PMK 120/2020

PMK Baru Terbit, Kapasitas Fiskal Daerah Mayoritas Pemda Masih Rendah

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 07 September 2020 | 10.43 WIB
PMK Baru Terbit, Kapasitas Fiskal Daerah Mayoritas Pemda Masih Rendah

Ilustrasi. Suasana Plaza Selatan Monumen Nasional (Monas) tampak dari ketinggian di gedung Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jakarta, Rabu (5/8/2020). DKI Jakarta merupakan salah satu dari empat provinsi yang memiliki kapasitas fiskal daerah sangat tinggi. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Mayoritas pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, memiliki kapasitas fiskal daerah yang masih rendah.

Hal ini terungkap dalam PMK 120/2020 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah (KFD). Beleid yang diundangkan pada 1 September 2020 ini memerinci indeks dan kategori KFD seluruh daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia.

“Kapasitas fiskal daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan dan belanja tertentu,” demikian bunyi Pasal 1 ayat (1) PMK tersebut, dikutip pada Senin (7/9/2020).

Pendapatan daerah yang dimaksud meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sementara itu, pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan diantaranya pajak rokok, dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau, DAK fisik, DAK nonfisik, dan dana otonomi khusus.

Selanjutnya, belanja tertentu meliputi belanja pegawai, belanja bunga, belanja hibah untuk daerah otonom baru, serta belanja bagi hasil. Besaran KFD pada suatu daerah kemudian dibagi dengan rata-rata KFD dari setiap daerah untuk menghitung indeks KFD (IKFD).

Berdasarkan IKFD tersebut, daerah dikelompokkan ke dalam 5 kategori KFD dari mulai rentang sangat rendah sampai dengan sangat tinggi. Indeks KFD ini menjadi dasar dalam mengelompokkan kemampuan keuangan daerah untuk menyusun peta KFD.

Adapun berdasarkan peta KFD dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, 9 provinsi masuk kategori KFD sangat rendah, diantaranya adalah Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Gorontalo. Selanjutnya, terdapat 8 provinsi tergolong kategori KFD rendah, diantaranya Jambi, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara.

Kemudian, 8 provinsi masuk kategori KFD sedang, diantaranya adalah Sumatera Barat, Lampung, dan Kalimantan Tengah. Sebanyak 5 provinsi masuk kategori KFD tinggi, diantaranya Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur.

Terakhir, hanya terdapat 4 provinsi yang masuk kategori KFD sangat tinggi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Untuk peta KFD kabupaten/kota, sebanyak 126 dari 508 kabupaten/kota masuk kategori KFD sangat rendah, diantaranya Kota Sabang dan Kota Pasuruan

Selanjutnya, ada 128 kabupaten/kota yang masuk kategori KFD rendah, seperti Kota Bukittinggi, Kabupaten Lombok Utara, dan Kota Batu. Kemudian, 126 kabupaten/kota masuk kategori KFD sedang, seperti Kabupaten Raja Ampat, Kota Kendari, dan Kota Palangka Raya.

Lalu, terdapat 91 kabupaten/kota yang masuk kategori KFD tinggi. Beberapa diantaranya adalah Kabupaten Cirebon, Kabupaten Malang, dan Kota Manado. Terakhir, ada 37 kabupaten/kota yang masuk kategori KFD sangat tinggi, seperti Kota Balikpapan, Kabupaten Tangerang, dan Kota Surabaya.

Adapun perincian peta KFD tersebut tercantum dalam lampiran PMK 120/2020. Peta KFD tersebut dapat digunakan untuk tiga hal. Pertama, pertimbangan dalam penetapan daerah penerima hibah. Kedua, penentuan besaran dana pendamping oleh pemerintah daerah – jika dipersyaratkan –. Ketiga, penggunaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.