LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Pentingnya Customer Journey dalam Coretax System

Redaksi DDTCNews
Jumat, 16 Oktober 2020 | 09.47 WIB
ddtc-loaderPentingnya Customer Journey dalam Coretax System

Toriq Rahmansyah,

Kota Bekasi, Jawa Barat

KETIKA Anda berbelanja daring, pengalaman seperti apa yang Anda harapkan dari aplikasi e-commerce? Misalnya, Anda ingin bisa dengan mudah mencari kebutuhan Anda yang otomatis tampil di laman depan aplikasi dan memilih satu dari pilihan kurir sesuai keinginan.

Saat akan membayar, detil informasinya sudah tersedia tanpa harus mengisi ulang (pre-populated) dan Anda diarahkan ke aplikasi perbankan atau portal pembayaran. Anda juga memperoleh faktur penjualan dan dapat mengikuti (tracking) barang Anda.

Itulah yang dinamakan customer journey. Customer journey atau perjalanan pelanggan adalah perjalanan tahap demi tahap bagaimana pelanggan berinteraksi dengan penyedia jasa atau barang sehingga menghasilkan pengalaman atau kesan tertentu.

Masyarakat kini sudah terbiasa dengan layanan digital. Hal yang dirasakan kurang sesuai ekspektasi bisa menyebabkan pelanggan berpaling ke penyedia lainmnya. Bukan karena harga, tetapi karena pengalaman positif dalam menggunakan aplikasi. Di sinilah loyalitas kemudian hadir.

Coretax System
SAAT ini Ditjen Pajak (DJP) melakukan pembaruan sistem administrasi perpajakan seperti tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 767/KMK.03/2018. Ada 9 inisiatif strategis (IS) KMK itu, salah satunya melakukan IS-8 yaitu Pembaruan Sistim Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP).

PSIAP adalah proyek untuk menggantikan sistem informasi yang lama, yaitu Sistem Informasi Ditjen Pajak (SIDJP) dengan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax system. Sistem baru yang terdiri atas 21 modul proses bisnis ini diharapkan mampu menjawab seluruh tantangan yang ada.

Coretax system itu akan menghadirkan sebuah sistem informasi andal yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis inti dengan otomasi proses sekaligus mengoptimalkan peran teknologi pintar terkini untuk memberikan kemudahan bagi wajb pajak.

IS-8 secara terang menyatakan pengembangan sistem dan implementasi sistem dilakukan dalam rentang 2020-2022. Namun, pentingnya customer journey belum tertuang dalam IS 8 itu secara eksplisit. Walaupun secara implisit mungkin sudah terkandung dalam ‘pengembangan sistem’.

Berkaca pada riset transformasi digital yang dilakukan MIT Sloan School of Management pada 2015 dan 2017, ada hal penting yang dapat diambil. Studi tersebut menyatakan diperlukan 2 aspek untuk sukses dalam digitalisasi, yaitu efisiensi proses bisnis melalui digitalisasi dan customer journey.

Riset tersebut menyebutkan perusahaan yang sukses di kedua aspek itu berhasil meningkatkan laba bersih 16% di atas rerata industri. Artinya, apabila laba bersih rerata industri 5%, mereka mencetak laba 21%. Sayangnya, hanya 23% perusahaan yang berhasil dalam kedua aspek tersebut.

Perusahaan yang melakukan efisiensi operasi melalui digitalisasi tanpa customer journey hanya meningkatkan laba bersih 4,6% di atas rerata industri. Adapun perusahaan yang hanya melakukan customer journey tanpa efisiensi, laba bersihnya turun 3,6% di bawah rerata industri.

Kedua aspek tersebut, efisiensi dan customer journey harus dilakukan bersamaan. Efisiensi operasi perusahaan melalui digitalisasi hanya berdampak maksimal bila dikapitalisasi dengan adanya customer journey. Meski riset MIT ini dalam konteks bisnis, tentu riset ini dapat dijadikan pembelajaran.

Sebagai tambahan, riset Accenture terkait dengan customer journey menunjukkan 75% pelanggan akan melakukan pembelian karena personalisasi yang ditawarkan, seperti mengenal nama, ada rekomendasi berdasar pembelian sebelumnya, dan mengetahui riwayat pembelian pelanggan.

Kacamata Wajib Pajak
DALAM pengembangan sistem informasinya, DJP seharusnya tidak hanya fokus pada perbaikan proses bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi, tetapi juga memperhatikan customer journey, pengalaman apa yang diharapkan wajib pajak dalam menggunakan aplikasi.

Sebagai perbandingan, Otoritas Pajak Australia (ATO) misalnya, menyatakan mereka melakukan riset yang melibatkan wajib pajak yang disebut Client mengenai bagaimana sikap dan opini wajib pajak atas sistem dan aplikasi yang ATO kembangkan.

Riset tersebut ditempuh dengan beberapa cara, seperti telepon, survei online, diskusi grup atau menggandeng perusahaan riset. Riset itu dilakukan berkesinambungan dan ditampilkan di laman resminya. Dengan demikian, aplikasi yang dikembangkan selalu berpijak dari kacamata wajib pajak

Bagaimana wajib pajak nanti memenuhi kewajibannya, mulai dari mendaftar untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak sampai mengajukan permohonan keberatan, termasuk bagaimana wajib pajak berkomunikasi dengan petugas DJP dengan menggunakan teknologi yang baru.

Di sisi pengelolaan manajemen perubahan, masukan atas ekspektasi wajib pajak terhadap customer journey juga meningkatkan awareness reformasi perpajakan. Reformasi pajak tentu harus melibatkan banyak pihak, sehingga perubahan yang dilakukan DJP dapat dirasakan sebagai milik bersama.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.