BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Didesak Lakukan Reformasi Pajak

Redaksi DDTCNews
Selasa, 22 November 2016 | 09.38 WIB
Pemerintah Didesak Lakukan Reformasi Pajak

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah didesak melakukan reformasi dalam bidang penerimaan negara, khususnya pada sektor perpajakan seiring masih rendahnya rasio pajak (tax ratio) di Indonesia. Berita tersebut mewarnai beberapa media nasional pagi ini, Selasa (22/11).

Anggota Komisi XI DPR RI, M Misbakhun mengatakan reformasi pajak ini sesuai sesuai dengan prinsip Revolusi Mental yang dicanangkan ‎oleh Presiden Jokowi. 

Misbakhun menyebutkan pajak adalah instrumen terpenting penerimaan negara. Dalam praktiknya, masih banyak masalah dalam memaksimalkan pendapatan pajak, meliputi kurangnya kesadaran Wajib Pajak (WP) dan persoalan seputar kelembagaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Menurutnya, Indonesia dikategorikan lower middle income countries yang memiliki tax ratio rendah. Data tahun 2015 tax ratio Indonesia 10,47%, di bawah rata-rata tax ratio negara lower middle income countries yang mencapai 17,7%.

Kabar lainnya datang dari realisasi penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), belanja modal masih minim, super dolar kembali menghantui rupiah, pinjaman asing menyusut, dan insentif dana proyek daerah dihentikan. Berikut ulasan beritanya:

  • Realisasi Rendah, DJBC Genjot Penerimaan

DJBC berharap terjadi lonjakan penerimaan di dua bulan terakhir. Pasalnya, hingga 2 November, realisasi penerimaan bea dan cukai baru mencapai Rp116 triliun atau 63,04% dari target APBN-P 2016. Bahkan jika dibandingkan dengan outlook pemerintah setelah mengalami pemangkasan target, realisasinya baru 64,08%. Bea Cukai akan memperketat penindakan untuk menekan kebocoran.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi berharap sampai dengan akhir tahun penerimaannya akan lebih tinggi dibanding dengan tahun lalu. terdapat beberapa faktor yang mendorong peningkatan tersebut, pertama, terkait dengan aturan pelarangan carry over pembayaran cukai ke tahun 2017, kedua, adanya kenaikan tarif cukai untuk hasil tembakau per Oktober 2016, dan ketiga, dengan memperketat penindakan.

  • Hingga Oktober, Belanja Modal Masih Minim

Realisasi belanja modal pemerintah sampai Oktober 20116 masih minim. Dari target Rp201,6 triliun, realisasinya baru mencapai Rp98 triliun atau 47,7% dari target. Nilai tersebut lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp99,1 trilun. Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kunta Nugraha optimis realisasi belanja modal pemerintah pada kuartal IV-2016 bisa melampaui periode sama tahun lalu. Sebab, hingga 15 November 2016, realisasi belanja modal telah melebihi Rp100 triliun.

  • Target Pajak Tumbuh 13,5%

Ditjen Pajak diminta bekerja lebih keras lagi untuk mencapai target pertumbuhan pajak sebesar 13,5% pada tahun depan menjadi Rp1.498 triliun. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan target pajak dalam APBN 2017 lebih realistis sehingga tidak akan ada lagi pemotongan anggaran. Untuk mengejar tujuan tersebut, Ditjen Pajak harus melakukan extra effort, intensifikasi dan memanfaatkan basis pajak baru dari amnesti pajak.

  • Super Dolar Kembali Menghantui Rupiah

Fenomena super dolar kembali datang. Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) semakin kuat terhadap mata uang utama dunia, termasuk rupiah. Kurs rupiah di pasar non deliverable forward (NDF) juga mengindikasikan rupiah masih bisa melemah. Sejumlah lembaga keuangan dunia juga memprediksikan, keperkasaan dolar AS ini berlanjut hingga tahun 2017 mendatang.

  • Pinjaman Asing Menyusut

Utang luar negeri swasta terus menyusut di tengah ketidakpastian yang masih memayungi perekonomian global. Kondisi itu diperparah dengan permintaan domestik yang belum mampu mendorong dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan pengusaha masih menunggu situasi pasar Donald Trump, kondisi tersebut membuat swasta mengerem utang.

  • Insentif Dana Proyek Daerah Dihentikan

Pemerintah pusat memutuskan pemberian insentif dana proyek pemerintah daerah dan desentralisasi tidak akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2017. Dirjen Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo, mengatakan penghentian dana yang selama ini menjadi insentif kepada provinsi, kabupaten dan kota daerah percontohan dalam pelaksanaan dana alokasi khusus (DAK) ini dengan dua pertimbangan.

Pertama, alokasi dana proyek pemerintahan daerah dan desentralisasi (P2D2) sudah tidak relevan karena insentif ini pada awalnya merupakan pengganti atas 10% dana pendamping DAK, padahal sejak 2016, mekanisme DAK sudah tidak lagi memuat dana pendamping. Kedua, kepatuhan terhadap aturan menjadi keharusan. (Amu) 

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.