Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menugaskan Ditjen Pajak (DJP) untuk membuat dashboard khusus yang memuat informasi data piutang pajak.
Sri Mulyani mengatakan piutang pajak macet menjadi salah satu persoalan yang harus segera diselesaikan. Menurutnya, penayangan informasi piutang pajak dalam dashboard dapat membuat perkembangan penagihannya lebih mudah dipantau.
"Ini menjadi salah satu pekerjaan rumah yang sudah saya minta kepada Dirjen Pajak supaya ada dashboard yang akuntabel dan kredibel sehingga dapat dilakukan monitoring," katanya, Rabu (24/7/2022).
Sri Mulyani menuturkan pemerintah memiliki komitmen untuk menagih semua piutang pajak yang telah berkekuatan hukum tetap. Nanti, setiap informasi tentang piutang tersebut akan masuk dalam dashboard sehingga dapat segera ditagih.
Kemudian, dashboard juga dapat membuat daftar prioritas penagihan piutang pajak. Misal, saat telah mendekati masa daluwarsa penagihan.
Selain dashboard, Sri Mulyani juga menginstruksikan DJP untuk lebih cermat dalam melakukan penagihan kepada penanggung pajak. Menurutnya, penanggung pajak itu harus memiliki kemampuan ekonomis sehingga dapat membayar piutang.
Dalam penagihan tersebut, ia menilai DJP perlu memprioritaskan penagihan kepada penanggung pajak dengan kegiatan usaha yang masih berjalan. Melalui strategi ini, ia meyakini peluang mereka untuk membayar piutang juga menjadi lebih besar.
"Kadang-kadang kita melakukan penagihan ternyata si wajib pajaknya sudah totally enggak ada sumber daya, dan ini kemudian menimbulkan adanya persoalan dari sisi paksa badan, atau yang lain," ujarnya.
Melalui LHP atas LKPP 2021, BPK telah menyoroti kinerja pemerintah dalam melakukan penagihan atas piutang pajak. Setidaknya terdapat Rp20,84 triliun piutang pajak macet yang dipandang belum dilakukan penagihan secara memadai.
Apabila diperinci, terdapat 1.713 ketetapan pajak dengan nilai Rp2,18 triliun yang sama sekali belum dilakukan penagihan. Kemudian, 4.905 ketetapan pajak senilai Rp3,67 triliun telah diterbitkan surat teguran, tetapi belum disampaikan surat paksa.
BPK juga mencatat 13.547 ketetapan pajak senilai Rp14,06 triliun yang telah diterbitkan dengan surat paksa, tetapi belum dilakukan penyitaan. BPK juga menemukan 934 ketetapan pajak senilai Rp918,5 miliar yang telah diterbitkan surat perintah melakukan penyitaan, tetapi pelunasan piutangnya masih belum optimal.
Menurut BPK, persoalan piutang itu terjadi karena DJP tidak optimal dalam melakukan pengawasan berjenjang, tidak optimal dalam penagihan, serta belum dikembangkannya sistem pengendalian yang secara otomatis dapat memberikan notifikasi atas ketetapan pajak yang akan daluwarsa penagihan. (rig)