Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tengah mempersiapkan langkah unilateral untuk bisa memajaki raksasa ekonomi digital atau perusahaan over the top. Kebijakan serupa di negara lain menjadi rujukan otoritas fiskal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk bisa memajaki raksasa seperti Google dan Facebook, pemerintah perlu melihat kebijakan negara lain. Ada dua negara menjadi rujukan Kemenkeu untuk bisa menarik penerimaan dari entitas bisnis digital.
“Sejumlah negara sudah menerapkan pajak digital. Australia dan Singapura sudah menetapkan untuk mengambil pajak, mereka disebutnya Netflix Tax,” katanya di Hotel Borobudur, Selasa (29/10/2019).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebutkan tantangan utama memajaki entitas digital adalah adanya syarat kehadiran fisik untuk bisa menjadi Bentuk Usaha Tetap (BUT). Oleh karena itu, perubahan skema penentuan BUT menjadi agenda pertama yang akan dilakukan pemerintah.
Untuk menjadi BUT, sambungnya, tidak harus ada syarat kehadiran fisik. Namun, dengan melihat nilai tambah yang dihasilkan di Indonesia maka perusahaan over the top yang tidak memiliki kantor perwakilan di Indonesia bisa ditarik pajak penghasilannya.
Aksi pemerintah tersebut akan dilakukan Kemenkeu dalam bentuk omnibus law Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Paket undang-undang (UU) perpajakan – UU KUP, UU PPh dan UU PPN – akan terkena dampak dengan adanya omnibus law.
“Oleh karena itu, di dalam undang-undang yang kami usulkan, mereka yang memiliki kehadiran ekonomis yang signifikan wajib untuk membayar pajak,” ujar Sri Mulyani.
Seperti diketahui, terdapat 7 poin yang menjadi inti dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Ketujuh poin tersebut antara lain pemangkasan PPh badan dari 25% menjadi 20%, perubahan rezim pajak menjadi teritorial untuk WP orang pribadi, dan penghapusan PPh atas dividen.
Kemudian relaksasi skema pengkreditan pajak masukan dalam sistem PPN, pengaturan ulang denda administrasi, konsolidasi fasilitas insentif fiskal, hingga mempersiapkan instrumen untuk memajaki raksasa ekonomi digital. (kaw)