Arif Budiman,
PENINGKATAN jumlah kendaraan, khususnya di perkotaan, menunjukan adanya geliat ekonomi yang makin baik pascapandemi Covid-19. Tidak ada lagi pembatasan aktivitas, kecuali peraturan ganjil-genap di beberapa titik jalan yang masih berlaku.
Setiap tahun kendaraan terus bertambah. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia  (Gaikindo) melaporkan penjualan mobil di pasar domestik dari pabrik ke dealer (wholesales) mencapai 1.048.040 unit sepanjang 2022. Jumlah itu melonjak 18,1% dari tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Lalu, bagaimana hubungan situasi tersebut dengan pajak? Saat masyarakat membeli mobil baru, terdapat beberpa pajak dan bea di dalamnya. Beberapa di antaranya adalah pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan pajak kendaraan bermotor (PKB).
Kemudian, ada sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ), biaya surat tanda nomor kendaraan dan tanda nomor kendaraan bermotor (STNK dan TNKB), biaya buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), serta bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Ternyata cukup banyak biaya yang harus dibayar, selain harga kendaraan bermotor seperti mobil itu sendiri. Namun demikian, biaya yang cukup besar itu ternyata tidak mengurangi minat masyarakat untuk membeli mobil.
Saat pandemi Covid-19, yakni 2021 dan 2022, pemerintah membebaskan dan mengurangi pajak (PPnBM) untuk meningkatkan perputaran ekonomi, khususnya pada sektor otomotif. Kebijakan ini berdampak positif bagi industri otomotif karena adanya peningkatan penjualan kendaraan saat pandemi.
Kemenperin mencatat kinerja penjualan mobil peserta PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) pada periode Maret-Desember 2021 sebanyak 519.000 unit atau meningkat sebesar 113% dari periode yang  sama tahun sebelumnya.
Peningkatan tersebut berkontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan industri alat angkutan pada triwulan II/2021 dan III/ 2021 masing-masing sebesar 45,2% (yoy) dan 27,8% (yoy). Loh, makin banyak dong yang pake kendaraan pribadi?
Makin banyak penjualan kendaraan memang menunjukan perekonomian berjalan makin baik. Namun, di sisi lain, banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Salah satu dampaknya berupa emisi kendaraan sehingga polusi meningkat.
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK Luckmi Purwandari dalam keterangan tertulis pernah mengatakan berdasarkan inventarisasi emisi dari berbagai riset beberapa tahun terakhir, pembuangan emisi sektor transportasi memang menjadi penyebab utama polusi di Jakarta. Setelah transportasi, ada industri.
DataIndonesia.id pada 1 september 2023 mengabarkan Jakarta (Indonesia) kembali menjadi nomor 1 Â sebagai kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia, yakni mencapai level 171 . Di urutan kedua dan ketiga adalah Johannesburg (Afrika Selatan) pada level 161 dan Kuching (Malaysia) pada level 156.
BAGAIMANA pajak bisa juga digunakan sebagai instrumen untuk mengurangi polusi dari kendaraan, sedangkan PPnBM saja dikurangi? Tidak dimungkiri, tujuan dari pengurangan PPnBM memang untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan menggeliatkan kembali industri otomotif.
Namun, selain PPnBM, setiap daerah memiliki peraturan terkait dengan pajak parkir. Pajak parkir ini yang bisa digunakan untuk mengarahkan masyarakat agar menggunakan kendaraan umum.
Berdasarkan pada Pasal 1 ayat (31) Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pajak parkir merupakan pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Pada Pasal 65 Ayat (1) UU PDRD disebutkan bahwa tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% dari dasar pengenaan pajak (DPP). DPP untuk pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. Seharusnya, peraturan ini bisa diterapkan, bahkan ditingkatkan ke angka 40% atau 50%.Â
Sementara itu, Pasal 50 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan  Pemerintahan Daerah (HKPD) menjelaskan bahwa pajak parkir termasuk dalam objek pajak barang  dan jasa tertentu (PBJT). Sesuai dengan Pasal 58 UU HKPD, tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
Hal ini sangat disayangkan, pajak 20% yang sebelumnya diterapkan di DKI Jakarta tidak berpengaruh  terhadap penggunaan kendaraan pribadi, apalagi hanya 10%.
Peraturan baru mengenai tarif parkir ini kiranya perlu dikomunikasikan kembali antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Dengan pajak parkir yang tinggi, pengguna kendaraan pribadi mulai berhitung ulang jika membawa kendaraan setiap hari. Harapannya, masyarakat berpindah ke transportasi umum.
Selain itu, perlunya dilakukan sosialisasi, imbauan, dan pembatasan kendaraan pada setiap kantor atau perusahaan, khususnya yang berada di perkotaan. Misal, maksimal hanya 50% karyawan yang bebas biaya parkir di perusahaanya, selebihnya akan dikenakan biaya parkir sesuai dengan aturan.
Dengan langkah ini, kualitas udara kota-kota di Indonesia makin baik dan penerimaan pajak daerah tetap tinggi. Selanjutnya muncul pertanyaan, bagaimana industri otomotif berkembang jika pembelinya berkurang?
Sesungguhnya peminat kendaraan bermotor seperti mobil tidak akan surut. Akan tetap ada pembeli kendaraan bermotor, baik untuk digunakan sesekali atau digunakan saat liburan. Disamping itu, peraturan ini juga akan mendorong industri otomotif untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan, seperti mobil listrik yang terjangkau.
Dengan demikian, ada kontribusi terhadap perbaikan polusi udara. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku indutri, maupun masyarakat dalam menanggulangi polusi udara di Indonesia.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.