VIETNAM

Otoritas Ini Ingin Rombak Undang-Undang Pajak, Ternyata Ini Alasannya

Dian Kurniati | Minggu, 14 Januari 2024 | 10:00 WIB
Otoritas Ini Ingin Rombak Undang-Undang Pajak, Ternyata Ini Alasannya

Ilustrasi.

HANOI, DDTCNews - Kementerian Keuangan Vietnam menyatakan tengah mengkaji amandemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah 15 tahun berlaku.

Kementerian Keuangan menyatakan amandemen diperlukan untuk memperkuat pengelolaan PPN di negara tersebut. Saat ini, Kementerian Keuangan tengah meminta masukan publik mengenai rencana amandemen UU PPN.

"UU PPN perlu diubah untuk memperluas basis pajak, memastikan transparansi, meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak, mencegah penghindaran pajak, dan memastikan pendapatan negara yang stabil," bunyi pernyataan Kemenkeu, dikutip pada Minggu (14/1/2024).

Baca Juga:
Penggunaan Diskon Tarif Pasal 31E UU PPh Tak Ada Batas Waktu, Asalkan…

Kementerian Keuangan menjelaskan draf RUU PPN yang dipublikasikan secara umum berupaya untuk menghilangkan tumpang tindih dan inkonsistensi dalam kerangka hukum PPN. Dalam UU PPN yang berlaku saat ini, terdapat 26 golongan barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN.

Dengan demikian, pengusaha kena pajak tidak dapat mengkreditkan pajak masukannya sehingga mengakibatkan tingginya biaya produksi dan harga jual, serta berdampak pada perusahaan-perusahaan dalam rantai pasok.

Kemudian, terdapat 3 tarif PPN yang diberlakukan, yakni 0%, 5%, dan 10%. Hal ini juga dinilai tidak sejalan dengan kategori produk dan jasa, serta tidak konsisten dengan orientasi reformasi sistem pajak menuju tarif pajak umum.

Baca Juga:
Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Sebagai informasi, terdapat 14 kategori masih dikenakan tarif PPN sebesar 5%. Di sisi lain, penentuan tarif pajak berdasarkan tujuan penggunaannya juga menimbulkan masalah, baik bagi otoritas maupun wajib pajak.

Selain itu, Kementerian Keuangan sering kali menemukan perbedaan pandangan antara otoritas dan wajib pajak mengenai ketentuan PPN pada sektor usaha real estat.

"Peraturan soal pajak masukan juga perlu diperketat untuk mencegah penghindaran pajak," bunyi pernyataan Kementerian Keuangan.

Baca Juga:
Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Secara khusus, Kementerian Keuangan memandang perlu adanya perubahan peraturan yang mengarah pada kemudahan restitusi PPN.

Kemudahan restitusi utamanya ditujukan untuk proyek investasi, karena berkaitan dengan upaya mendorong inovasi teknologi serta peningkatan produktivitas tenaga kerja dan daya saing perusahaan.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan juga mengusulkan wajib pajak orang pribadi dan bisnis rumah tangga bisnis yang memiliki omzet senilai VND150 juta per tahun membayar PPN senilai VND50 juta lebih tinggi dari yang berlaku saat ini.

Baca Juga:
Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Usulan tersebut dilatarbelakangi oleh kenaikan inflasi yang signifikan sejak berlakunya UU PPN 2013, yang menggantikan UU PPN 2008, da mulai berlaku pada awal 2014.

Kementerian Keuangan memandang rencana kebijakan tersebut tidak akan meningkatkan biaya kepatuhan dan prosedur administrasi. Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat sekitar 5,5 juta bisnis rumah tangga bisnis yang berkontribusi sekitar 30% terhadap PDB setiap tahunnya.

Kementerian Keuangan juga mengusulkan pembebasan PPN atas barang dan jasa di wilayah perbatasan untuk mendorong pembangunan ekonomi perbatasan.

Baca Juga:
Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Kelompok barang yang bakal memperoleh pembebasan PPN, yaitu tembakau, alkohol, dan bir yang diimpor kemudian diekspor; bensin dan mobil yang dijual di wilayah nontarif; serta barang dan jasa yang tidak terdaftar di wilayah nontarif.

Seperti dilansir vietnamnews.vn, PPN memiliki kontribusi lebih dari 20% dari total pendapatan negara dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah juga telah memperpanjang kebijakan pengurangan PPN sebesar 2 persen poin hingga Juni 2024 untuk mengendalikan inflasi. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah