INSENTIF PAJAK

OECD Sebut Mulai Ada Pergeseran Tujuan Insentif Pajak

Muhamad Wildan
Kamis, 08 April 2021 | 10.27 WIB
OECD Sebut Mulai Ada Pergeseran Tujuan Insentif Pajak

Ilustrasi. 

PARIS, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat mulai adanya pergeseran tujuan pemberian insentif pajak di berbagai negara pada beberapa bulan terakhir.

Pada awalnya, insentif pajak bertujuan untuk memberikan keringanan jangka pendek akibat lockdown. Kemudian, secara bertahap, insentif pajak lebih berorientasi pada pemulihan ekonomi suatu negara.

“Seiring dengan melonggarnya pembatasan aktivitas ekonomi setelah gelombang pertama pandemi Covid-19, negara-negara mulai memperkenalkan insentif pajak yang berorientasi pada pemulihan," tulis OECD dalam  OECD Secretary-General Tax Report to G20 Finance Ministers and Central Bank Governors, Italy, April 2021, dikutip pada Kamis (8/4/2021).

Pada bulan-bulan awal pandemi Covid-19, insentif pajak yang banyak diberikan pemerintah kepada wajib pajak berupa penundaan pembayaran pajak, perpanjangan jatuh tempo pelaporan pajak, restitusi dipercepat, hingga penurunan tarif.

Memasuki semester II/2020, insentif-insentif berorientasi pemulihan ekonomi mulai diperkenalkan. Banyak negara yang memberikan insentif pajak atas investasi, insentif pajak atas penyerapan tenaga kerja, penurunan tarif pajak korporasi, penurunan tarif PPN secara temporer, dan penurunan tarif pajak atas transaksi properti.

Meski demikian, OECD juga mencatat adanya tren pengenaan jenis pajak baru atau peningkatan tarif pajak yang dilakukan berbagai yurisdiksi pada semester II/2020 dan awal 2021.

Beberapa kebijakan pajak yang dikeluarkan antara lain peningkatan tarif PPh orang pribadi, pengenaan pajak karbon, peningkatan tarif pajak properti, dan peningkatan tarif pajak atas penghasilan dunia usaha.

Terlepas dari tren tersebut, OECD mencatat setiap kawasan dan negara cenderung memiliki pola insentif pajaknya masing-masing tergantung pada tingkat penularan virus Covid-19 dan kebijakan masing-masing negara dalam mencegah penularan.

"Negara dengan lockdown ketat cenderung memiliki insentif pajak yang lebih komprehensif, sedangkan negara yang tidak menerapkan pembatasan secara ketat cenderung memberikan relaksasi pajak yang lebih sedikit," tulis OECD.

Cakupan dan skala insentif pajak yang diberikan masing-masing yurisdiksi juga mencerminkan ukuran ruang fiskal dan dukungan kebijakan moneter yang dimiliki.

Secara umum, negara berkembang cenderung memiliki ruang fiskal yang lebih sempit dalam memberikan dukungan kepada rumah tangga dan dunia usaha. Makin besar tax ratio suatu negara, makin besar dan komprehensif pula insentif pajak yang diberikan. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.