LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Mitigasi Risiko terhadap Dampak Relaksasi dan Tax Ratio

Redaksi DDTCNews | Rabu, 07 Oktober 2020 | 14:45 WIB
Mitigasi Risiko terhadap Dampak Relaksasi dan Tax Ratio

Imanuel Adhitya Wulanata C., Sleman, Yogyakarta

REALISASI penerimaan pajak per Juli 2020 menunjukkan capaian Rp601,9 triliun atau terkontraksi 14,7% dibandingkan dengan capaian periode sama tahun lalu. Capaian tersebut baru 50,2% dari target Perpres No. 72/2020 sebesar Rp1.198,8 triliun.

Reformasi perpajakan yang diharapkan mampu mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak ternyata harus berhadapan dengan dampak pandemi Covid-19 yang melumpuhkan berbagai sektor perekonomian Indonesia.

Reformasi perpajakan diawali pada 1983 melalui perubahan sistem dari official assessment menjadi self assessment. Perubahan ini merupakan konsolidasi, akselerasi, dan kontinuitas sistem perpajakan yang terus berlanjut hingga saat ini (Mardlo, 2020).

Reformasi perpajakan berlangsung seiring dengan upaya peningkatan rasio perpajakan (tax ratio). Kini kebijakan tax ratio disandingkan dengan kebijakan relaksasi pajak terhadap 19 sektor usaha yang terdampak Covid-19 merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2020.

Relaksasi pajak memberikan kesempatan bagi pelaku usaha untuk menunda pembayaran pajak sampai akhir masa pajak Desember 2020. Target yang tinggi untuk meningkatkan tax ratio harus ditunda hingga masa pandemi berakhir dan perekonomian Indonesia pulih kembali.

Tentu diperlukan mitigasi risiko untuk menyeimbangkan kedua kebijakan di atas agar tetap beriringan. Mitigasi risiko merupakan tindakan sistematis dan bertahap guna mengurangi kerugian yang mungkin ditimbulkan atas risiko dari pengambilan keputusan organisasi (Setyadi & Kusumawati, 2016).

Salah satu metode mitigasi risiko yang dapat diaplikasikan adalah Failure Mode and Effect Analysis. Metode ini meliputi tiga tahapan utama, yaitu identifikasi risiko, menilai tingkat risiko, serta menentukan prioritas untuk mengambil tindakan yang diperlukan (Desy, Hidayanto, & Astuti, 2014).

Hal tersebut dilakukan guna meminimalisasi potensi risiko sebagai dampak implementasi kebijakan organisasi, dalam hal ini kebijakan relaksasi pajak dan tax ratio. Pembahasan mengenai mitigasi risiko diawali dari identifikasi potensi risiko terhadap implementasi kebijakan relaksasi pajak.

Pertama, potensi turunnya capaian penerimaan pajak karena pengaruh stimulus yang diberikan dalam bentuk insentif PPh pasal 21 DTP, fasilitas pembebasan PPh pasal 22 Impor, insentif pengurangan 30% angsuran PPh pasal 25, serta kemudahan terhadap percepatan restitusi PPN.

Kedua, pergeseran pelaporan pajak sebagai dampak relaksasi yang seharusnya dibayarkan per Maret 2020 tertunda hingga akhir Desember 2020. Apabila tidak dilakukan penagihan di awal 2021, bisa jadi wajib pajak lupa melaporkan dan membayarkan tagihan pajak yang tertunda.

Adapun potensi risiko berkaitan dengan kebijakan tax ratio. Jika relaksasi pajak tidak dikendalikan dengan regulasi yang jelas dan tegas, maka berpotensi terjadi shortfall pajak, sehingga menyebabkan rapuhnya ketahanan fiskal negara yang berujung pada defisit APBN.

Potensi risiko selanjutnya, di masa pandemi saat ini masyarakat cenderung mengurangi interaksi fisik mendatangi kantor layanan pajak secara langsung, sehingga peningkatan penggunaan pembayaran pajak via layanan transfer elektronik semakin masif.

Jika hal ini tidak diantisipasi akan terbuka peluang tax fraud. Adanya kebijakan yang mengizinkan wajib pajak melakukan pemindaian bukti transfer pembayaran secara elektronik tanpa menunjukkan bukti fisik berpotensi mendorong praktik manipulasi data dan identitas wajib pajak.

Menyikapi berbagai potensi risiko itu, sudah saatnya di era teknologi digital 4.0 ini Ditjen Pajak (DJP) melakukan mitigasi risiko terhadap dampak kebijakan relaksasi dan tax ratio melalui pemeriksaan kontinyu terhadap berkas fisik dan online wajib pajak dengan teknologi machine learning.

Kemudian memberikan layanan one acces melalui aplikasi DJP online dengan form isian yang mudah diakses dan terintegrasi dengan data otentik objek pajak secara digital, dan aktif menyosialisasikan kepatuhan pajak dengan kompensasi misalnya undiah berhadiah.

Selain itu, juga memperkuat regulasi reformasi perpajakan berkelanjutan untuk meningkatkan tax ratio, serta pengelolaan aset pajak secara akuntabel dan transparan pascaimplementasi kebijakan relaksasi di masa pandemi ini.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN