LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Menggali Penerimaan Melalui Strategi Pemajakan Orang Pribadi

Redaksi DDTCNews | Jumat, 13 Oktober 2023 | 16:33 WIB
Menggali Penerimaan Melalui Strategi Pemajakan Orang Pribadi

Jesly Yuliaty Panjaitan,  
Jakarta Timur, DKI Jakarta

SETIAP kali pesta demokrasi digelar, selalu ada janji-janji manis yang terlontar dari kandidat calon presiden (capres). Ibarat wewangian, janji dan program kerja yang disodorkan oleh capres dijamin harum sehingga membuai pendengarnya.

Namun, di balik wanginya janji-janji yang disajikan, perlu ada kritik tentang bagaimana cara mereka mewujudkan kontrak politik yang diteken. Selama ini, isu tentang hal tersebut jarang diungkap ke publik.

Untuk itu, pada pesta demokrasi berikutnya, yang tinggal menghitung bulan, para peserta pilpres perlu menyiapkan penjelasan mengenai pembiayaan program pembangunannya dan berapa target penerimaan perpajakan di masa kepemimpinannya kelak, termasuk besaran tax ratio. Tax ratio atau rasio pajak diartikan secara sederhana sebagai perbandingan antara penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB). Selain itu, perlu disiapkan pula strategi untuk mencapai target tax ratio tersebut.

Tax ratio, pada umumnya, dipakai sebagai salah satu indikator kinerja perpajakan di suatu negara. Menurut International Monetary Fund (IMF), idealnya tax ratio sebuah negara adalah 15%. Angka tax ratio di Indonesia sendiri masih di kisaran 9% hingga 12% selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jika dibandingkan dengan negara-negara Asean, kinerja tax ratio Indonesia terbilang paling rendah. Kondisi ini menunjukkan masih rendahnya kemandirian fiskal Indonesia.

Selain rendah, tren tax ratio Indonesia juga cenderung terus menurun. Padahal di sisi lain, kinerja PDB menunjukkan tren yang meningkat. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh fokus kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak hanya mengejar penerimaan semata.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan penerimaan pajak berperan sebagai instrumen dalam menjaga kinerja pertumbuhan ekonomi (Bisnis Indonesia, 2023). Di sisi lain, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa pemerintah mematok target PDB minimal 6% hingga 7% setiap tahunnya (Kontan, 2023).

Namun, hubungan antara PDB dan penerimaan perpajakan tidak seperti hitungan matematika sederhana. Secara teoretis, keduanya punya probabilitas yang sama untuk terjadi. Namun, beberapa sektor informal seperti UMKM, pertanian, dan sektor lainnya yang cukup berkontribusi terhadap PDB justru banyak yang belum tersentuh pajak (undertaxed).

Merespons fenomena tersebut, guna meningkatkan tax ratio, strategi logis yang bisa dijalankan pemerintah adalah menggenjot penerimaan perpajakan. Sebenarnya, upaya tersebut hampir berulang setiap tahun.

Dalam rangka meningkatkan tax ratio, pemerintah perlu menyusun terobosan-terobosan baru yang ampuh mengoptimalkan penerimaan perpajakan. Dalam tulisan ini penulis mencoba berfokus pada penerimaan pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP). Alasannya, penulis berpandangan bahwa ketangguhan fiskal bisa dicapai melalui penerimaan PPh OP yang dominan.

PPh memiliki dampak terhadap fungsi demokratis pajak sehingga penerapannya perlu diutamakan, khususnya orang pribadi (OECD, 2010). Hal ini sejalan publikasi IMF (2020) yang menyebutkan secara international best pratices, perolehan PPh OP yang kuat diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan fiskal secara menyeluruh.

Dengan begitu, upaya peningkatan penerimaan PPh OP perlu diprioritaskan. Beberapa rekomendasi kebijakan terkait dengan strategi peningkatan penerimaan PPh orang pribadi dijabarkan secara terperinci sebagai berikut.

Pertama, peningkatan pemajakan dari sektor informal atau underground economy/shadow economy. Contoh underground economy adalah black market, pertambangan liar, illegal logging, illegal fishing, pencucian uang, dan lain-lain. Kontribusi shadow economy terhadap PDB ternyata cukup signifikan, yakni 26,6% (Medina dan Scheneider, 2018).

Keberadaan sektor informal berpotensi mempersempit basis perpajakan, memunculkan penggelapan pajak, mengurangi kepatuhan, dan menekan potensi penerimaan. Hal tersebut terjadi karena sektor informal belum sepenuhnya masuk ke dalam sistem pajak. Sebagai solusinya, penerapan coretax system atau pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) perlu segera dijalankan.

Kedua, pemberlakuan certificate of clearance atau surat keterangan pajak atau surat keterangan fiskal bagi wajib pajak yang ingin mengajukan fasilitas atau keringanan pajak kepada otoritas (DDTC, 2023). Entitas seperti perbankan, lembaga pendidikan, atau pelaku usaha dapat menggunakan certificate of clearance untuk mendukung pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Ketiga, meningkatkan belanja perpajakan PPh OP. Selama ini belanja perpajakan atas PPh orang pribadi masih cukup rendah. Kementerian Keuangan mencatat belanja perpajakan pada 2022 didominasi oleh PPN, yakni 59,6%. Angka tersebut jauh di atas belanja perpajakan PPh yang 'hanya' 35,2%.

Keempat, menerapkan Earning Income Tax Credit (EITC). EITC adalah sejenis fasilitas kredit pajak yang diberikan kepada kelompok wajib pajak berpenghasilan sedang dan rendah. EITC yang bersifat refundable atau bisa direstitusi ini, biasanya disebut sebagai pajak penghasilan negatif (negative income tax).

Manfaat positifnya, EITC bisa mendorong orang untuk bekerja lebih giat karena insentif yang lebih tinggi akan diberikan bagi pekerja yang penghasilannya juga lebih tinggi. Harapannya, masyarakat tidak hanya berharap pada bantuan tunai dan bermalas-malasan. Sebaliknya, masyarakat bisa lebih produktif.

Strategi di atas bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para kandidat capres-cawapres dalam bertarung di panggung pemilu. Namun, di luar keempat siasat tersebut, ada pekerjaan rumah yang tak kalah berat bagi pemerintah, yakni membangun kepatuhan pajak. Semuanya perlu dijalankan beriringan demi tercapai kemandirian fiskal nasional.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN