LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2021

Memajaki Aliran Dana dari Aplikasi Penghasil Uang

Redaksi DDTCNews | Selasa, 17 Agustus 2021 | 16:54 WIB
Memajaki Aliran Dana dari Aplikasi Penghasil Uang

Stefani Evita Krisnantika,
Semarang, Jawa Tengah

SEIRING dengan perkembangan teknologi digital, makin banyak inovasi pembuatan aplikasi yang disesuaikan dengan minat pasar. Salah satunya adalah aplikasi penghasil uang. Pada masa pandemi Covid-19, aplikasi penghasil uang sangat digemari masyarakat. Bagaimanapun, aplikasi tersebut dapat memberikan penghasilan tambahan secara online.

Pengguna aplikasi harus menjalankan misi seperti menonton video, mengisi survei, atau membaca berita sesuai dengan permintaan aplikasi. Setelah itu, pengguna akan mendapat poin. Pengguna harus mengumpulkan poin sesuai dengan jumlah yang dipersyaratkan agar bisa dikonversi menjadi nominal rupiah melalui e-money.

Aplikasi penghasil uang ini dipandang memberikan banyak keunggulan. Pertama, proses pendaftaran akun pada aplikasi penghasil uang ini tergolong mudah dan cepat. Pengguna hanya diminta untuk mengisi identitas diri seperti nama, tempat tanggal lahir, nomor ponsel, foto Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan mendaftarkan nomor rekening untuk tujuan transfer uang hasil penukaran poin.

Kedua, pengguna bisa langsung mendapatkan uang meskipun hanya diam di rumah. Penggunaanya pun cukup berbekal kuota. Nominal yang didapat bervariasi mulai Rp50.000 hingga Rp400.000. Jumlah tersebut tentu saja disesuaikan dengan poin yang harus dikumpulkan.

Biasanya, rentang poin yang dikumpulkan mulai dari 1.000 hingga 1 juta. Makin besar poin yang dikumpulkan, makin besar pula imbalan yang akan diterima.

Ketiga, pengguna dapat menginstal lebih dari satu aplikasi penghasil uang dalam satu perangkat gawai. Makin merambahnya aplikasi penghasil uang seperti ini membuat masyarakat makin tergiur sehingga tidak menutup kemungkinan menginstal beberapa aplikasi serupa. Harapan mereka adalah bisa mendapatkan sebanyak mungkin penghasilan tambahan.

Keempat, pengguna tidak dikenai potongan atau pungutan apapun saat penukaran poin. Jumlah uang yang dikirimkan ke rekening pengguna utuh sesuai dengan nominal yang disyaratkan pada aplikasi penghasil uang tersebut.

Sumber Pajak Baru

APLIKASI penghasil uang ini perlu dipertimbangkan pemerintah sebagai sasaran sumber penerimaan pajak baru. Hal ini didasarkan pada kenyataan layanan yang diberikan bersifat menambah kekayaan ekonomi penggunanya. Penambahan kekayaan ini mengandung esensi sebagai objek pajak.

Adanya esensi sebagai objek pajak ini didasarkan pada pengertian objek pajak itu sendiri seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Bunyinya sebagai berikut:

“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”

Dengan berlandaskan pada pasal tersebut maka imbalan hasil dari penggunaan aplikasi penghasil uang dapat dikategorikan sebagai objek pajak. Hal ini dikarenakan sifatnya yang memberikan fasilitas berupa imbalan sehingga menambah kemampuan ekonomis bagi penggunanya.

Selain itu, pengenaan pajak di Indonesia selalu didasarkan pada 4 prinsip. Salah satu prinsipnya adalah prinsip keadilan (equity). Prinsip ini menggari bawahi konsep adil secara horizontal, yakni pembayar pajak dengan kondisi yang sama akan dikenai pajak yang sama. Oleh karena itu, sangat memungkinkan apabila segala bentuk imbalan yang dapat menambah kekayaan ekonomi penggunanya wajib dikenakan pajak.

Berdasarkan pada sifat dan karateristik penghasilan dari aplikasi penghasil uang, pengenaan pajak yang dapat ditetapkan dapat berupa pajak penghasilan (PPh) final. Pengenaannya dapat dilakukan secara langsung saat wajib pajak mendapatkan penghasilan tersebut sehingga tidak bisa dikreditkan.

Namun, imbalan hasil dari aplikasi penghasil uang ini belum memiliki sifat dan karateristik yang serupa dengan ketentuan PPh final pada saat ini. Dikarenakan karateristik pemajakan untuk penghasilan dari aplikasi online ini lebih cocok diklasifikasikan ke PPh final yang memiliki tarif pajak proposional (propotional flat tax rate) maka PPh final yang dapat dikenakan sebesar 0,5%.

Adapun pengenaan PPh final dikarenakan sistem perhitungannya cukup sederhana. Dengan demikian, skema ini dapat mengurangi kesalahan perhitungan. Terlebih, pihak pemungut merupakan pengembang aplikasi. Selain itu, tarif yang dikenakan sebesar 0,5% ini memiliki konsep seperti pemajakan dalam PP 23/2018.

Sesuai dengan PP tersebut, orang yang menerima penghasilan dari usaha, tetapi tidak termasuk penghasilan jasa yang berhubungan dengan pekerjaan bebas, akan dikenakan pajak sebesar 0,5% dari peredaran brutonya.

Untuk mewujudkan pengenaan pajak ini, dibutuhkan kerja sama antara Ditjen Pajak (DJP) dan pengembang aplikasi. Pemerintah dapat menunjuk pengembang aplikasi sebagai pemotong/pemungut pajak atas penghasilan final yang diterima pengguna aplikasi. Nantinya, PPh final tersebut akan disetorkan kepada pemerintah.

Kebijakan tersebut juga merupakan suatu upaya transparansi kegiatan usaha yang beroperasi di Indonesia, baik secara offline maupun online. Peran pajak sangat penting sehingga pemerintah harus selalu berusaha memperluas basis pajak dan mencari sumber baru penerimaan negara.

Pencarian sumber baru itu termasuk melalui pengenaan pajak di ranah platform online yang pada era digital sekarang menjadi salah satu penambah kekayaan ekonomi.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

18 Agustus 2021 | 18:27 WIB

sipp..semoga bisa diterapkan.. Good luck..👍👍👍👍👍

18 Agustus 2021 | 18:16 WIB

👍👍👍

18 Agustus 2021 | 17:43 WIB

inspiratif 👍👍, good luck

18 Agustus 2021 | 15:45 WIB

menarik jg ya idenya jarang-jarang ada yang membahas seperti ini terimakasih untuk perspektifnya semangat

18 Agustus 2021 | 15:06 WIB

👍👍

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 19 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Begini Imbauan Ditjen Pajak soal Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan

Jumat, 19 April 2024 | 07:30 WIB LITERATUR PAJAK

Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

BERITA PILIHAN